Support Perlindungan Guru, Ning Lia Istifhama Siap Bawa Seribu Satu Suara Hati Guru ke DPR RI
SURABAYA | JATIMSATUNEWS.COM - Anggota DPD RI Jawa Timur, Dr. Lia Istifhama, atau yang akrab disapa Ning Lia, menyatakan komitmennya untuk memperjuangkan perlindungan hukum bagi guru. Hal ini disampaikannya menyusul inisiatif luar biasa dari para guru di Jawa Timur yang menghimpun curahan hati dalam buku “Seribu Satu Suara Hati Guru (Ketika Hukum Mengancam)”, sebagai bentuk perlawanan moral terhadap ketimpangan perlindungan hukum yang mereka alami.
Diinisiasi Anis Hidayatie, Peraih Guru Teladan 2 Literasi Jatim 2024 versi PAIS Kakankemenag Jatim, buku tersebut bukan sekadar kumpulan tulisan. Ia adalah potret kegelisahan mendalam para pendidik—tentang ketidakberdayaan, ketakutan, dan ironi profesi yang seharusnya dihormati, namun kini kerap terpojokkan oleh ketentuan hukum yang tumpang tindih.
“Jika satu suara guru tak didengar, maka biarlah seribu satu suara bersatu dalam buku ini. Kami siap membawa suara mereka ke Senayan. Perlindungan hukum guru harus nyata, bukan hanya wacana,” tegas Ning Lia, keponakan Gubernur Khofifah yang memiliki nama lengkap Dr. LIA ISTIFHAMA, S.Sos.I., S.Sos, S.H.I., M.E.I saat wawancara khusus dengan JatimSatuNews dari kediamannya di Surabaya, Minggu 1 Juni 2025.
Menyatakan keseriusannya, Ning Lia akan membawa buku tersebut ke DPR RI, membawa suara hati guru dari dari Jatim agar diperhatikan pusat untuk telaah Undang-undang Perlindungan Guru.
"Bismillah ya, semoga suara guru guru Jawa Timur menjadi referensi revisi Undang-undang Perlindungan Guru agar memiliki taring," ucapnya.
Fenomena guru yang dipolisikan kini menjadi berita sehari-hari. Di Malang Jatim ada Kasus Pak Rupian yang dijadikan tersangka karena menepuk siswa yang berkata kasar saat diingatkan salat, Pak Subhan yang dilaporkan karena memukul setelah dipicu ucapan tak pantas siswa, hingga Bu Emy yang dilaporkan wali murid hanya karena izin operasional sekolahnya masih dalam proses—semua menjadi gambaran nyata betapa rentannya posisi guru di hadapan hukum.
Tak berhenti di situ. Guru bahkan bisa dilaporkan karena dianggap membiarkan perkelahian antar siswa. Situasi ini membuat guru berada di persimpangan dilematis: menegur siswa bisa berujung tuntutan, mendisiplinkan bisa dikriminalisasi.
Supremasi pendidikan terkalahkan oleh celah hukum dan tafsir sempit terhadap perlindungan anak, tanpa mempertimbangkan konteks pendidikan dan karakter pembinaan.
Menjelaskan dalam wawancara terpisah, koordinator penulisan Anis menyatakan terpantik mengajak kawan-kawannya sesama guru ikut menulis agar tidak mengalami lagi dilaporkan ke polisi.
“Sekarang guru takut menyentuh siswa, apalagi menegur. Kalau anak kurang ajar, paling banter hanya bisa mengelus dada. Alih-alih mendisiplinkan, guru malah menghindar, takut diseret ke ranah hukum,” ujar Anis Hidayatie.
Menurut Anis, suara para guru yang tertuang dalam buku ini bukan untuk membela kekerasan, tetapi menuntut keadilan dan kepastian hukum yang seimbang. Perlindungan guru harus diatur sejelas perlindungan anak, agar pendidikan tetap berjalan dengan nilai dan disiplin yang bermartabat.
Buku “Seribu Satu Suara Hati Guru” ditargetkan memecahkan Rekor MURI sebagai buku dengan jumlah penulis guru terbanyak. Setiap guru yang menulis akan memperoleh sertifikat sebagai penulis juga sebagai bagian dari pemecah rekor.
Tak hanya itu, Support khusus dinyatakan oleh Kabid PAIS Kakanwil Kemenag Jatim Dr. Amak Burhanudin yang akan memberikan sertifikat khusus bagi guru-guru agama yang ikut menulis.
Diselenggarakan oleh Komunitas Penulis Guru Agama Islam (Kopi Gendis) dengan sasaran seluruh guru di Jawa Timur, selain menjadi simbol perlawanan moral, buku ini diharapkan menjadi "babon hukum", acuan penyusun revisi Undang-Undang Perlindungan Guru.
Dalam hal ini, Ning Lia siap mengawal suara-suara ini di DPR RI agar tidak sekadar menjadi wacana publik, tetapi masuk dalam ruang-ruang legislasi dan pembahasan kebijakan pendidikan nasional.
Para guru masih bisa ikut serta dalam gerakan ini. Cukup kirim curahan hati melalui WhatsApp atau dokumen Word, disertai foto dan biodata ke nomor Anis. Gratis tanpa dipungut biaya.
"Untuk pengumpulan naskah masih terbuka ya, gelombang 1 dibuka mulai tanggal 1 sampai 30 Juni, supaya mudah kirim chat saja ke nomor saya. Boleh tulisan jadi atau curhat," ucap Anis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?