Angka putus sekolah ini tidak hanya berdampak pada masa depan pendidikan dan karier, tetapi juga dapat memengaruhi kondisi psikologis remaja. Banyak dari mereka merasa rendah diri, tertekan, dan terasing dari lingkungan sosialnya. Berangkat dari permasalahan tersebut, mahasiswa magister psikologi UM, Naila Putri Dita Aulia, bersama Dr. Nur Eva, S.Psi., M.Psi., Psikolog, melakukan penelitian terkait kesejahteraan psikologis (psychological well being) terhadap mereka yang mengalami putus sekolah dalam bertahan menghadapi tekanan (resiliensi).
Penelitian ini dilakukan sejak Januari hingga Juni 2025 dengan melibatkan 348 responden dari 10 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), mulai dari Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA) di Kota Malang. Melalui pendekatan kuantitatif dan analisis statistik psikometri, penelitian ini ingin mengukur tingkat resiliensi, persepsi dukungan sosial, serta kondisi kesejahteraan psikologis para responden.
Melalui proses penelitian tersebut, diperoleh data yang menunjukkan bahwa resiliensi dan dukungan sosial berperan dalam membentuk kesejahteraan psikologis remaja putus sekolah.
"Kesejahteraan psikologis seseorang itu dipengaruhi oleh dua hal utama. Pertama adalah faktor internal, seperti resiliensi atau kemampuan individu untuk bangkit dari tekanan dan kesulitan. Kedua adalah faktor eksternal, yaitu dukungan sosial dari keluarga, teman, dan lingkungan sekitar yang memiliki peran besar dalam memperkuat ketahanan mental seseorang," jelas Naila.
Penelitian ini menegaskan bahwa remaja putus sekolah bukan hanya membutuhkan akses pendidikan yang setara, tetapi juga perhatian dan keterlibatan emosional dari orang-orang di sekitar mereka. Dalam situasi krisis seperti ini, dukungan sosial berperan sebagai penyangga psikologis yang sangat penting, yang dapat membantu remaja membangun kembali kepercayaan diri dan harapan akan masa depan.
"Remaja yang mendapatkan dukungan ecara emosional cenderung lebih kuat dalam menghadapi tekanan hidup. Dukungan sosial memberi rasa aman dan menjadi sumber kekuatan psikologis yang tidak tergantikan," imbuh Naila.
Penelitian ini menjadi pengingat bahwa remaja putus sekolah bukanlah kelompok yang patut disisihkan, melainkan individu yang perlu dikuatkan dari berbagai sisi. Mereka membutuhkan ruang untuk tumbuh, bukan sekadar dinilai dari kegagalan masa lalu. Dengan resiliensi yang terasah dan dukungan sosial yang konsisten, para remaja ini memiliki peluang besar untuk bangkit, melampaui stigma negatif yang melekat, serta menggali potensi diri mereka yang sebenarnya.
"Setiap remaja memiliki kapasitas untuk berkembang jika mereka diberi kesempatan dan dikelilingi oleh lingkungan yang mendukung. Kita tidak boleh menutup jalan mereka hanya karena satu kegagalan," pungkas Naila.
Oleh : Luthfi Maulida R
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?