Banner Iklan

Puasa Tarwiyah dan Arafah, dalam Perspektif Psikologi

Admin JSN
04 Juni 2025 | 14.38 WIB Last Updated 2025-06-04T07:38:21Z

 
Dengan memahami makna psikologis dari puasa Tarwiyah dan Arafah, diharapkan individu mampu mencapai peningkatan keimanannya dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Serta menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT

Oleh: Siti Zainab Yusuf

ARTIKEL|JATIMSATUNEWS.COM - Puasa Tarwiyah dan Arafah merupakan puasa sunnah yang dilaksanakan pada tanggal 8 Dzulhijjah dan 9 Dzulhijjah. Ibadah puasa ini berhubungan erat dengan pelaksanaan ibadah haji. Pada tanggal 8 Dzulhijjah, dimana pada saat itu umat Islam mulai menyiapkan diri berangkat menuju Arafah untuk melaksanakan wukuf. Sesampainya di Arafah, mereka menanti puncak Haji dengan penuh kesabaran, yaitu wukuf di Arafah tanggal 9 Dzulhijjah. Meskipun Umat Islam tidak menunaikan puasaTarwiyah dan Arafah pada saat menjalankan ibadah haji, tetapi Umat Islam lainnya di penjuru bumi ini yang belum ditakdirkan menunaikan ibadah haji, diharapkan untuk bisa menunaikan puasa tersebut. Selain karena keutamaannya begitu besar juga adanya harapan segera dipanggil Allah untuk bisa menunaikan ibadah haji di tahun-tahun mendatang.

Bagi umat Islam yang telah menjalankan ibadah haji tahun 2024, pasti dalam benaknya akan berkata, “tiada terasa ya, satu tahun sudah kita telah menjalankan ibadah haji.” Waktu berjalan begitu cepat. Sungguh masih teringat dan tak kan terlupakan. Begitu banyak kenangan yang cukup mengharukan. Suka dan duka dilalui bersama rekan-rekan rombongan haji selama 40 hari lebih. Apalagi jika mengenang pelakasanaan wukuf di Arafah yang sungguh menguras emosi di jiwa. Wukuf di Arafah merupakan puncak haji, tempat mencurahkan jiwa raga, saatnya melejitkan doa dan harapan dengan penuh keyakinan. 

Kini, di tahun 2025, ketika pemerintah pusat menetapkan tanggal awal Dzulhijjah, hati mulai tergerak untuk melakasanakan puasa sunnah di bulan dzulhijjah. Sebagian orang ada yang berkeinginan meningkatkan level keimanananya dengan menunaikan puasa sunnah selama 9 hari, dari tanggal 1 dzulhijah sampai 9 Dzulhijjah tentunya dengan berbagai pertimbangan lahir dan batin. Adapun puasa yang familier dilaksanakan umat Islam adalah puasa Tarwiyah dan Arafah. 

 Keutamaan puasa Tarwiyah di antaranya adalah menghapus dosa selama satu tahun dan adapun keutamaan puasa Arafah adalah menghapus dosa dua tahun. Dalam hadis riwayat Muslim dijelaskan: "Puasa di hari Arafah menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” 

Jika dlihat dari keutamaannya, Puasa Tarwiyah dan Arafah seakan-akan hanya memiliki nilai religious saja. karena puasa tersebut mengajarkan pentingnya ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT, serta memperkuat semangat meningkatkan kualitas ibadah. Puasa Tarwiyah dan Arafah mengingatkan kita tentang dosa-dosa yang telah kita lakukan dan memberikan harapan akan pengampunan dari Allah SWT. Jika mau mengkaji lebih dalam , tentunya puasa tersebut mempunyai makna psikologis juga. 

Puasa Tarwiyah dan Arafah dalam perspektif psikologi diantaranya adalah memberikan kesempatan bagi individu untuk meningkatkan kesadaran diri, menumbuhkan kesabaran, dan meningkatkan kualitas hidupnya secara keseluruhan. Teori kesadaran diri dalam psikologi merujuk pada kemampuan individu untuk memahami dan mengenali dirinya sendiri, termasuk kekuatan, kelemahan, nilai, dan dampaknya terhadap orang lain. Teori ini sering dikaitkan dengan konsep introspeksi dan pemahaman diri secara mendalam. Puasa membantu individu untuk lebih memperhatikan kebutuhan fisik dan emosional mereka. Dengan menahan diri dari makan dan minum, individu dapat lebih merasakan dampak dari pilihan-pilihan makan dan minumnya serta dampaknya terhadap tubuh dan pikiran. Hal ini mendorong refleksi diri yang mendalam dan memungkinkan individu memahami kelemahan dan kekuatan mereka.

Puasa Tarwiyah dan Arafah juga berdampak pada peningkatan kesabaran. Kesabaran dalam perspektif psikologi dapat dipahami sebagai kemampuan untuk mengendalikan emosi, pikiran, dan perilaku, serta bertahan dalam situasi sulit dengan sikap tenang dan gigih. Kesabaran bukan hanya sebuah kebajikan, melainkan juga mekanisme penanganan yang efektif untuk mengurangi frustrasi dan meningkatkan kesejahteraan mental. Berpuasa selama sehari penuh, terutama di hari yang panas, melatih kesabaran dan ketahanan mental. Ini menjadi pelajaran berharga untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan sehari-hari

Puasa juga dapat memiliki pengaruh pada emosi. Individu mengalami perubahan susana hati selama puasa, seperti merasa lebih tenang dan lebih mudah tersentuh hatinya. Hal ini menunjukkan bahwa puasa dapat mempengaruhi emosi dan perilaku individu.Namun, dengan kesadaran diri dan manajemen emosi yang baik, puasa dapat menjadi kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Puasa Tarwiyah dan Arafah juga diharapkan mampu meningkatkan regulasi diri bagi individu. Teori self regulation (regulasi diri) adalah kerangka kerja yang menjelaskan bagaimana individu mengatur dan mengontrol perilaku, pikiran, emosi, dan lingkungan mereka untuk mencapai tujuan tertentu. Individu memahami bahwa puasa bukanlah sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi mengimbangi dengan pengaturan pola makan yang sehat dan kegiatan fisik yang cukup. Mencari dukungan dari orang-orang di sekitar dengan tujuan pelaksanaan puasa bisa berjalan dengan lancar dan sesuai dengan harapan.

Selain itu, dampak psikologis dari puasa Tarwiyah dan Arafah dapat menumbuhkan empati, dan kepedulian sosial. Teori Empati sosial menekankan pentingnya pemahaman dan tindakan untuk membangun hubungan yang lebih kuat dan komunitas yang lebih harmonis. Puasa mengajarkan individu merasakan lapar dan dahaga, sehingga bisa meningkatkan kepedulian terhadap orang-orang yang kurang beruntung dan membutuhkan bantuan.

Dengan memahami makna psikologis dari puasa Tarwiyah dan Arafah, diharapkan individu mampu mencapai peningkatan keimanannya dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Serta menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan dengan demikian, puasa Tarwiyah dan Arafah tidak hanya memberikan manfaat rohani, tetapi juga memberikan pelajaran berharga dalam berbagai konteks kehidupan dan pengembangan diri menjadi pribadi yang lebih baik.




Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Puasa Tarwiyah dan Arafah, dalam Perspektif Psikologi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now