Ormas pertama yang mengusulkan konsesi tambang tersebut diketahui adalah PBNU, organisasi masyarakat keagamaan terbesar yang ada di Indonesia. Banyak pihak berpendapat, bahwa PBNU layak menerima konsesi tambang dari pemerintah tersebut. PBNU sendiri dalam hal ini tentu sudah mempertimbangkan berbagai aspek sebelum memutuskan untuk menjadi ormas pertama yang mengajukan perizinan tambang tersebut. Langkah ini menunjukkan komitmen PBNU dalam berperan aktif di sektor ekonomi, selain perannya yang sudah besar di bidang keagamaan dan sosial.
Menyikapi hal itu, tidak sedikit dari kalangan warga NU sendiri yang menyambut dengan senang hati. Mereka yang menyambut dengan baik adanya konsesi tambang tersebut berdalih agar organisasi keagaman ini semakin berkembang dengan adanya pemasukan dari usaha tambang, manfaatnya juga akan sangat besar untuk warga NU.
Tidak hanya itu, Gus Yahya sebagai ketua umum PBNU juga mengatakan, adanya konsesi tambang ini adalah sebagai saluran efektif untuk mengantarkan manfaat dari sumber daya ekonomi yang oleh pemerintah dimandatkan kepada Nahdlatul Ulama untuk mengelolanya. Nahdlatul Ulama juga akan menyiapkan suatu struktur bisnis dan manajemen yang akan menjamin profesionalitas dan akuntabilitas, baik dalam pengelolaan maupun pemanfaatan hasilnya.
Disisi lain, kritik dan kekhawatiran dari kalangan warga NU sendiri pun berdatangan, mereka yang tidak setuju berpendapat bahwa konsesi tambang bagi ormas berpotensi hanya akan menguntungkan segelintir elite dan menghilangkan tradisi kritis organisasi tersebut. Akibatnya, hal ini dinilai dapat melemahkan peran organisasi keagamaan sebagai bagian dari kekuatan masyarakat sipil yang mampu mengontrol dan mengawasi pemerintah.
Sebagian warga NU yang merupakan alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) dan dari kalangan akademisi lainnya juga mendesak agar pemerintah membatalkan konsesi tambang untuk ormas, sebab hal itu akan menjerumuskan ormas keagamaan pada kubangan dosa sosial dan ekologis.
Mengingat kerasnya persaingan dari berbagai kepentingan dan maraknya aktivitas mafia yang akan bermunculan di lingkungan tambang serta pengelolaan tambang yang tidak sesuai. Diperkirakan situasi ini berpotensi memicu konflik horizontal, baik di kalangan internal maupun di lingkungan masyarakat sekitar. Dampaknya justru akan merusak organisasi keagamaan yang seharusnya menjaga marwah sebagai institusi yang memiliki nilai-nilai tinggi dalam bermoral.
Dari berbagai tanggapan positif dan kritik yang berdatangan terkait konsesi tambang ini, saya lalu membayangkan betapa beruntungnya nasib PBNU kedepannya dan betapa besar manfaat yang akan diambil oleh PBNU ketika sukses menjalankan pengelolaan tambang tersebut. Betapa PBNU kedepan akan semakin bergengsi dalam perebutan kursi kepemimpinannya karena peran para pimpinan dan pengurus PBNU sangat strategis dalam menentukan kebijakan yang di dalamnya terdapat badan pengelolaan tambang yang sangat menggiurkan.
Namun, betapa besar juga risiko yang akan dihadapi oleh PBNU jika tidak sesuai harapannya. Betapa banyak juga ormas yang akan memanfaatkan konsesi tambang ini kedepannya. Betapa banyak juga para cukong yang akan membuat ormas-ormas baru yang tujuannya hanya untuk menjadi makelar tambang. Bahkan, betapa banyak kerusakan lingkungan hidup yang akan dialami jika tidak dikelola dengan baik nantinya.
Semua itu tergantung pada pengelolanya, termasuk niat dan tujuannya. Semoga mereka yang masuk dalam kepentingan konsesi tambang ini, selalu diberikan kekuatan dan berkomitmen menjadi kemaslahatan untuk umat, bukan justru menjadi lahan kemudaratan terhadap umatnya.
Terakhir, bagian terpenting yang juga harus kita tekankan adalah tentang bagaimana pemerintah kedepannya untuk lebih serius dan tegas dalam mengawal kebijakan, mengawasi, dan melaksanakan penegakan hukum lingkungan atas terjadinya kerusakan tatanan sosial dan ekologi. Seperti perampasan lahan, penggusuran, deforestasi, eksploitasi, korupsi, dan polusi akibat aktivitas dari berbagai pertambangan yang ada selama ini. Wallaahu'alam.