Toleransi Ala Nabi Muhammad, Toleransi Untuk NKRI

Admin JSN
15 April 2024 | 18.27 WIB Last Updated 2024-04-15T11:55:38Z

oleh: KH. Ahmad Shampton, S.HI, M.Ag

ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM: Salah satu karya besar Rasulullah adalah keberhasilannya mempersatukan suku Aus dan Khazraj yang sebelumnya selalu berselisih. Rasul terus berusaha mempertahankan hubungan baik di kalangan kaum muslimin sendiri dan antara kaum Muslim dengan yang beragama lain. Untuk ini Rasulullah membuat pakta perjanjian antara kaum muslim dan orang-orang yahudi. Meski upaya-upaya ini tidak terlepas dari gangguan.

Ketidak mampuan untuk memahami keyakinan orang lain karena kekuatan keyakinan dalam diri sendiri sehingga selalu berupaya melihat segala sesuatu dengan kacamatanya sendiri, menjadi masalah tersendiri hingga kini.

Suatu ketika, seorang Yahudi menawarkan dagangannya di pasar Madinah. Melihat barang dagangan tersebut, seorang calon pembeli menawar barang itu, tetapi tawaran yang disampaikan terlalu rendah hingga membuat sang Yahudi jengkel dan menggerutu: “Demi Tuhan yang telah memilih Musa melebihi semua manusia, barang ini tidak akan kulepas kalau ditawar sekian!”

Salah seorang sahabat anshor yang mendengar gerutuan sang Yahudi ini menamparnya dan menegurnya:”celakalah engkau! Mengapa kau mengatakan, “Demi Allah, Tuhan yang telah memilih Musa melebihi semua manusia, sementara Rasulullah berada didekat kami?”

Tidak terima atas perlakukan ini, sang Yahudi itu lalu menemui Rasulullah mengadukan sahabat anshor yang menamparnya. “Wahai Abu Al-Qasim! Aku mempunyai hak yang dilindungi hukum sebagai seorang dzimmi (non muslim yang berakad damai dengan umat islam) si Fulan telah menampar wajahku!

Rasulullah kemudian bertanya kepada sahabat anshor; “kenapa engkau menamparnya?” Sahabat itu menjawab: “Wahai Rasulullah, aku menamparnya karena dia mengatakan “Demi tuhan yang telah memilih Musa melebihi semua manusia, sementara engkau berada di dekat kami.” 

Mendengar jawaban orang Anshor itu, wajah Rasulullah sontak memerah, ia kemudian berkata kepada sahabat yang hadir disitu, “Janganlah kalian melebihka seorang nabi terhadap nabi-nabi yang lain. Sungguh ketika sangkakala ditiup maka saat itu pula seluruh mahluk di langit dan di bumi mati, kecuali yang dikehendaki Allah saat itu. Kemudian pada tiupan sangkakala yang kedua, aku adalah termasuk orang-orang yang pertama kali dibangkitkan. Ternyata saat itu Musa sudah sampai Arasy, Aku tidak tahu, apakah pingsannya Musa pada peristiwa di Gunung Tursina dulu sudah dianggap sebagai kematiannya, ataukah dia telah dibangkitkan mendahuluiku, Akupun tidak berani mengatakan bahwa ada seseorang yang lebih utama daripada Yunus Ibn Matta.”

Pesan Rasulullah ini, secara tidak langsung mengajarkan kepada kita umat Muslim untuk senantiasa menghargai dan menghormati cara pandang orang lain, meski hal itu salah dalam perspektif agama kita. Terlebih saat seseorang membanding-bandingkan Nabi-Nabi Allah. 

Kisah ini adalah pelajaran berharga agar setiap keyakinan kita yang memang harus kita yakini secara fundamental dan radikal, menghujam dalam jiwa, tetapi keyakinan ini tidak boleh kita gunakan untuk melampaui penghormatan kepada pemeluk agama lain dengan menghukum mereka dengan menggunakan cara pandang agama kita. 

Rasulullah dan para sahabat di Madinah saat itu adalah ‘penguasa’ tetapi Rasulullah tidak kemudian menggunakan kekuatannya untuk menindas agama lain, Rasulullah tetap memerintahkan para sahabat untuk memandang mereka sebagai manusia. Yang berhak mendapatkan perlakuan yang sama didepan hukum. Ini lah yang disebut dengan moderasi beragama

Lukman Hakim Syaifuddin, penggagas moderasi beragama dalam sebuah kesempatan menegaskan bahwa Moderasi adalah proses bukan hasil, never ending. Tidak ada urusan yang tidak terkait dengan agama dinegara kita. Bila cara memandang orang lain dengan masing-masing keyakinan, tentu akan memunculkan konflik yang bekepanjangan. Karenanya beragama adalah upaya memahami dan mengamalkan. Dan yang harus dimoderasi adalah cara kita memahami dan mengamalkan agama dihadapan pemeluk lain. Bukan memoderasi agamanya. Karena Agama pasti moderat, Karena Allah melalui agama memerintahkan kesantunan dan sikap lemah lembut bukan menghancurkan.

Negeri ini diisi oleh berbagai suku, bahasa, agama dan adat istiadat yang berbeda. Bila kemajemukan ini tidak dijaga dengan saling memahami maka tentu, akan menjadikan negeri ini penuh konflik dan pertikaian. Bermoderasi beragama bukan merubah cara bergama atau merubah ajaran. Cukup hargai kemanusiaan, toleransi dan keyakinan orang lain untuk menjaga NKRI yang indah ini.

Penulis: KH. Ahmad Shampton, S.HI, M.Ag




Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Toleransi Ala Nabi Muhammad, Toleransi Untuk NKRI

Trending Now