Ternyata "Masih Ada" Polisi Baik

Admin JSN
14 April 2024 | 16.26 WIB Last Updated 2024-04-14T09:30:29Z
Catatan: Yousri Nur Raja Agam.
Wartawan Senior di Surabaya.

𝙊𝙋𝙄𝙉𝙄 | 𝙅𝘼𝙏𝙄𝙈𝙎𝘼𝙏𝙐𝙉𝙀𝙒𝙎.𝘾𝙊𝙈: BEGITU "jeleknya wajah" polisi kita (Indonesia), pada suatu zaman, jatuhlah vonis: Tidak ada lagi Polisi kita yang baik.

Artinya, semua dipukul rata, tanpa menyebut "oknum". Menyatakan, bahwa polisi itu nakal, jahat, sadis, kejam, bejad,  pemeras, mata duitan, dan masih banyak lagi tuduhan, julukan atau cap terhadap perilaku polisi yang negatif. Perangai polisi kita benar-benar pernah berada di ujung tanduk "𝙩𝙖𝙗𝙞𝙖𝙩 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙗𝙖𝙞𝙠".

Berbagai celoteh muncul untuk menyudutkan bapak polisi,  bahkan juga tidak peduli lagi dengan senyum manis nona-nona dan ibu-ibu Polwan yang cantik. Pokoknya, polisi itu adalah profesi dan pekerjaan yang hina. Sehingga pamor polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, dianggap "𝘴𝘦𝘭𝘰𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘭𝘴𝘶".

Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid yang disapa Gus Dur (kala itu) sempat membuat kesimpulan,  hanya ada tiga polisi yang baik.  Pertama: Jenderal Polisi Hoegeng, kedua: Patung Polisi, dan ketiga: Polisi Tidur.

Jenderal Polisi Hoegeng adalah Kapolri (Kepala Kepolisian Republik Indonesia) "teladan yang belum ada tandingan popularitas kebaikannya. Kapolri Hoegeng ini "seniman". Beliau adalah polisi baik, jujur, anti korupsi, anti suap, anti mempersulit dan melindungi anak buah, serta keluarganya dari tudingan negatif. Banyak contoh yang dipraktikkan dalam keseharian "Sang Bapak Polisi Baik dan Jujur ini". Seperti cuplikan di bawah ini. Klik:

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-rsk/baca-artikel/13723/Tokoh-Inspiratif-Pegiat-Anti-korupsi-Jenderal-Hoegeng-Sang-Polisi-Jujur.html
 
Nah, yang kedua: Patung Polisi. Batu yang dibentuk seperti tubuh manusia berseragam polisi. Semuanya "diam". Tetapi penuh arti. Ada pancaran keteladanan yang berkaitan dengan sejarah. Banyak contoh dari patung-patung polisi itu. Selain sebagai tokoh dan pahlawan sejarah, juga gambaran keteladanan. 

Mulai dari Patung Gajahmada, yang diyakini sebagai Bhayangkara Negara dalam sejarah Majapahit. Itulah yang dianggap sebagai nenek moyang polisi Indonesia. Ada lagi patung polisi, perlambang pahlawan, pejuang, tokoh dan para mantan petinggi polisi.

Ada lagi, "𝙋𝙖𝙩𝙪𝙣𝙜 𝙥𝙤𝙡𝙞𝙨𝙞" yang dipajang di persimpangan jalan, pojok jalan, pinggir jalan dan di tengah-tengah pembatas jalan raya. Fungsinya sebagai gambaran polisi yang tidak pernah tidur. Selalu siap dan siaga menjaga keamanan dan mengatur lalulintas jalan raya.

Selain itu, ada lagi. Disebut: "𝙋𝙤𝙡𝙞𝙨𝙞 𝙏𝙞𝙙𝙪𝙧". Ini nama yang diberikan kepada rambu lalulintas untuk "mengurangi laju" -- memperlambat jalan kendaraan.  Entah siapa "anonim" yang mempersembahkan nama polisi tidur untuk "gundukan" yang disebut membuat para pengemudi "dipaksa" memperlambat laju jalan kendaraannya. Polisi tidur juga disebut sebagai speed hump dan ada yang menyebutnya speed bump.

Ternyata Polisi tidur sudah dijelaskan dalam Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UU LLAJ). Serta dalam Peraturan Menteri Perhubungan. Mulai dari bahan, ukuran, warna, dan jenis polisi tidur, harus mengikuti aturan yang berlaku.

Polisi tidur kerap dijumpai di jalan raya, sampai di gang-gang sempit. Keberadaannya kerap dibenci karena menghambat laju kendaraan. Istilah polisi tidur tak hanya ada di Indonesia. Juga di berbagai negara. 

Pernah ada Kapolda Jatim, Bapak Koesparmono Irsan, membuat suatu judge (bahasa gaul) mengatakan: "Jangankan polisi di pinggir jalan dan penyidik di markas, dituding tidak bersahabat, "polisi tidur" di gang-gang jalan perumahan pun dianggap meresahkan 

Jadi stigma tentang polisi baik dan meresahkan itu sudah lazim. Polisi juga manusia. Kecuali patung polisi dan polisi tidur itu.

Sehingga, ada beberapa teman saya anak polisi yang bangga dengan kiprah orangtuanya, yang punya sikap aji mumpung. Kapan lagi, kalau tidak saat ini. Nanti kalau sudah pensiun, bisa menyesal. Bahkan, dengan bangga teman saya ini bercerita, suatu hari ibunya mengatakan Bapakmu marah, "sempritan" (peluit)-nya kamu bawa. "Kamu tahu nggak, sempritan itu lebih berharga daripada pistol oleh Bapakmu. Dengan sempritan itulah Bapakmu bisa dapat uang", kata ibunya.

Tetapi, justru di balik itu: "Ternyata Masih Ada Polisi Baik", adalah judul artikel saya yang pernah dijadikan "judul skripsi" oleh teman saya di Bandung. Dia itu anak polisi. Bapaknya purnawirawan polisi berpangkat Kolonel Polisi (sekarang kembali disebut Kombespol atau Komisaris Besar Polisi).. 

Kehidupan bapak dan keluarganya biasa-biasa saja. Sederhana. Rumahnya tidak mewah. Kendati waktu menjabat banyak kesempatan memanfaatkan pengaruhnya sebagai Komandan Polisi (waktu itu). Dia tidak hendak membeking perjudian dan konglomerat,  Menolak suap dan pelit memberi katabelece. Bapaknya, tidak marah disebut "Polisi Bodoh", kata teman saya itu. Itulah sebabnya judul artikel saya dicuplik menjadi judul skrpsinya.


𝙴𝚍𝚒𝚝𝚘𝚛: 𝙵𝚊𝚌𝚑𝚛𝚢
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Ternyata "Masih Ada" Polisi Baik

Trending Now