Prof. Nurini Implementasi Perlindungan Anak Masih Lemah di Tengah Maraknya Kasus Penculikan
MALANG | JATIMSATUNEWS.COM: Guru Besar Hukum Pidana Anak Hukum Universitas Brawijaya (FH UB), Prof. Nurini Aprilianda, SH, M.Hum., menyoroti maraknya kasus akuntansi anak di Indonesia sebagai tanda bahwa sistem perlindungan anak masih belum berjalan efektif, meskipun kerangka hukum yang tersedia sebenarnya telah memadai.
Prof Nurini menegaskan bahwa Indonesia memiliki sejumlah instrumen hukum kuat yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku kejahatan anak. Mulai dari UUD NRI 1945, UU Perlindungan Anak, berbagai aturan pelaksana, hingga KUHP lama dan KUHP baru yang telah disetujui. Namun, ia menilai lemahnya implementasi di lapangan membuat kasus penculikan tetap terulang dengan berbagai modus.
Menurutnya, ketentuan pidana yang saat ini berlaku masih mengacu pada KUHP lama, khususnya Pasal 328 dan 330, dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara. Ketentuan dalam KUHP baru, meski belum berlaku, dapat digunakan sebagai acuan normatif dalam penanganan perkara.
Selain itu, aparat penegak hukum juga dapat menerapkan Pasal 76F dan Pasal 83 UU Perlindungan Anak, serta UU No. 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) apabila ditemukan unsur eksploitasi. Prof Nurini menambahkan, keseluruhan aturan tersebut seharusnya tidak mampu menjatuhkan hukuman tegas kepada hakim serta menjamin adanya pemulihan bagi anak korban.
Menariknya, ia juga menyoroti bahwa orang tua kandung—baik mantan suami maupun istri—dapat dipidana jika terlibat dalam penculikan anak, Merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi yang memperkuat penerapan Pasal 330 KUHP lama terhadap kasus serupa.
“Instrumen hukumnya sudah lengkap, namun efektivitasnya bergantung pada koordinasi dan kewaspadaan masyarakat,” tegas Prof. Nurini.
Menggunakan perspektif teori efektivitas hukum Lawrence M. Friedman, Prof. Nurini mengungkap bahwa kelemahan utama dalam penanganan kasus pembunuhan anak berada pada aspek struktur hukum dan budaya hukum masyarakat.
Ia menjelaskan, koordinasi antara Polri, pemerintah daerah, sekolah, dan dinas sosial belum berjalan optimal. Sistem deteksi dini seperti CCTV lingkungan, patroli terpadu, dan sistem peringatan dini pun belum merata di berbagai daerah.
Dari sisi budaya hukum, masyarakat dinilai masih kurang waspada terhadap modus pencurian yang semakin variatif, serta enggan melaporkan aktivitas mencurigakan di lingkungan sekitar.
Prof. Nurini juga memberi perhatian pada praktik adopsi ilegal yang sering terkait dengan sindikat pencucian uang. Menurutnya, masyarakat tidak dapat serta-merta dipidana jika mereka mengadopsi anak tanpa mengetahui bahwa anak tersebut berasal dari jaringan penculikan.
Namun, sanksi pidana dapat dijatuhkan apabila seseorang mengabaikan prosedur adopsi, tidak melakukan verifikasi identitas, atau “patut menduga” adanya kejanggalan dalam proses adopsi.
“Masyarakat yang ingin mengadopsi anak harus mengikuti prosedur Dinas Sosial dan memastikan adanya peraturan pengadilan,” jelasnya.
Dalam situasi dugaan penculikan, Prof. Nurini meminta masyarakat untuk segera bertindak cepat dengan menghubungi pihak yang berwenang melalui layanan 110, mencatat ciri-ciri pelaku bila memungkinkan, dan melapor ke RT/RW atau pihak sekolah. Ia mengingatkan masyarakat untuk tidak melakukan tindakan main hakim sendiri karena dapat membahayakan proses hukum maupun keselamatan warga negara.
Sebaliknya, Prof. Nurini mendorong pemerintah dan masyarakat untuk memperkuat perlindungan anak melalui berbagai langkah strategi, antara lain:
Pemanfaatan teknologi keamanan, seperti CCTV publik dan sistem pelaporan cepat.
Audit menyeluruh terhadap prosedur adopsi guna memutus praktik adopsi ilegal dan pencurian jaringan.
Pemulihan korban dengan prinsip keadilan ramah anak.
Pendidikan publik berkelanjutan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap modus penipuan.
“Pendidikan publik sangat diperlukan karena modus propagandaan terus berkembang. Perlindungan anak hanya dapat terwujud jika negara, keluarga, dan masyarakat bergerak bersama,” tutupnya.
[FIM/Humas UB]



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?