FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - … Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri… (QS Ar-Ra’d: 11)
Ayat itu terasa begitu benar adanya.
Bulan Februari menjadi momen pelepasan mahasiswa yang mengikuti pembelajaran di luar kampus. Saya mendapat kesempatan untuk kembali ke sekolah tempat saya dulu menimba ilmu. Menjadi pengajar tentu menuntut muruah. Maka setiap perilaku yang menyimpang, sekecil apa pun, adalah hal yang harus diubah.
Semester satu hingga lima mungkin menjadi masa paling indah untuk dikenang, tetapi bukan untuk diulang. Masa ketika saya belajar melalui pengalaman hidup: mengkritik tanpa menimbang, merasa paling benar, menghasut, mengajak teman seperjuangan untuk tidak menoleransi kesalahan orang lain. Semua itu adalah perilaku lama yang tidak boleh diulangi.
Senin, 10 Februari 2025,
pukul 06.50, kami berkumpul di toko modern yang berjarak 5 menit dari sekolah,
kami terbilang telat hadir. Protokol menyatakan upacara telah usai, semua guru
beriringan menuju ruang guru. Kami memakai almamater kebanggaan merasa malu
karena tidak disiplin waktu di hari pertama.
Pembelajaran di luar kampus pun mulai berjalan. Banyak lika-liku kami hadapi. Ada anggota kelompok yang sering bolos. Ketua kelompok dinilai negatif oleh beberapa guru karena kedapatan merokok di lingkungan sekolah dan sering terlambat hadir. Pada kegiatan upacara hari Senin atau acara sekolah lainnya, teman-teman mahasiswa kerap menunjukkan perilaku yang kurang baik. Mereka menolak membantu kegiatan dengan alasan yang sama berulang-ulang:
“Itu bukan tugas saya. Tugas saya hanya mengajar, menilai, lalu pulang.” (14/04/25)
Ketidakhadiran mereka dalam menyambut siswa setiap pagi menjadi perhatian utama guru pamong kami. Dalam pemahaman saya, ketika satu anggota kelompok berperilaku buruk, maka seluruh kelompok ikut menerima dampaknya.
Padahal, kegiatan belajar di luar kampampus seharusnya menjadi ruang untuk menunjukkan identitas almamater kami—menampilkan perilaku profesional seperti seorang pengajar sejati. Inilah saatnya mengubah kebiasaan lama di dunia perkuliahan dan membawa diri dengan tanggung jawab baru.
Saya mencoba memulai perubahan itu lebih dulu. Saya membantu rekan-rekan kelompok, memberi pemahaman, dan memilih untuk hadir tepat waktu setiap pagi. Saya berusaha menjaga ucapan, menjaga citra diri, dan menjaga nama baik kelompok sebagai calon pengajar yang patut dicontoh murid-muridnya.
Langkah kecil itulah yang saya yakini sebagai bentuk perubahan diri dan perubahan diri itulah yang kelak mampu mengubah keadaan suatu kelompok, sebagaimana firman Allah SWT.
---
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya


Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?