Sumber: Dokumentasi Pribadi Abdul Khahar |
FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Di
tengah hiruk-pikuk perjalanan kehidupan kampus Universitas Negeri Surabaya
(UNESA), Kamis (13/11/2025), Khahar tampak tenang meski isi kepalanya sedang
riuh oleh dua dunia yang berbeda. Sebagai mahasiswa S-2 Teknik Informatika,
hari-harinya diisi dengan logika pemrograman dan penelitian sains data yang
rumit. Namun, di sisi lain, ia adalah sosok senior yang tak bisa lepas dari
partitur nada di Swara Anggita Choir.
Bagi
Khahar, menjalani keduanya bukan sekadar soal membagi waktu, melainkan sebuah
perjalanan panjang yang penuh dinamika.
"Kocak
sih, mengingat banyaknya lika-liku yang dilewati. Namun sejauh ini masih bisa
diatur, masih on track, semoga ke depannya juga," ujar Khahar
sembari tertawa kecil mengenang perjalanannya.
Bergabung
dengan Swara Anggita Choir sejak tahun 2020, tepat di awal masa S-1, Khahar
telah terlatih menjadi sosok nokturnal. Ia menjalani siklus 24 jam yang nyaris
tanpa jeda demi menyeimbangkan ambisi akademik dan kecintaannya pada paduan
suara. Pagi hingga sore biasanya ia habiskan untuk memantau progres skripsi.
"Entah
sekecil apa pun progresnya, yang penting ada progres aja dulu," katanya
tegas. Sore harinya, energi ia alihkan sepenuhnya untuk persiapan latihan
hingga malam. Tak jarang, usai latihan, ia kembali membuka laptop hingga pagi
menjelang untuk memperbaiki eror pada pekerjaannya.
Mungkin
banyak yang bertanya, mengapa ia bertahan di tengah jadwal yang begitu
menyiksa? Bagi Khahar, paduan suara bukanlah beban tambahan, melainkan win-win
solution.
"Saat
mengerjakan skripsi, aku bisa refresh dan coping stress di
latihan ini. Jadi win-win solution," ungkapnya. Ia mengibaratkan
latihan paduan suara seperti kebutuhan tubuh akan olahraga. "Kita butuh rest
untuk mengembalikan sel-sel tubuh yang sudah kita pacu untuk kegiatan
intens," tambahnya.
Namun,
perjalanan menyeimbangkan dua dunia ini tidaklah mulus tanpa kerikil. Khahar
mengaku sempat berada di titik bimbang, terutama saat magang di Jakarta dan
menghadapi tekanan skripsi S1.
"Jujur
sering terpikirkan, apa aku stop aja ya?" akunya. Ketakutan akan lulus
terlambat hingga masalah finansial sempat menghantuinya. Keluarganya bahkan
pernah menyarankan untuk berhenti menyanyi demi fokus pada karir. "Aku
agak struggle juga untuk melanjutkan banyak kegiatan di Surabaya,"
kenangnya. Namun, berkat dukungan pemasukan dari freelance, bisnis
keluarga, serta pekerjaan sampingan dari menyanyi, ia mampu bertahan.
Baginya, Swara Anggita
bukan lagi sekadar organisasi. "Ibarat keluarga yang lengkap dan saling support
untuk selalu berkembang, keluarga kedua bisa dibilang begitu," tuturnya
dengan mata berbinar. Di sanalah ia bisa menumpahkan ekspresi dan terus belajar
bermusik.
Kini,
keputusan lanjut ke jenjang S-2 diambilnya karena dorongan ingin mengeksplorasi
penelitian. Khahar membuktikan bahwa meski hidupnya penuh tantangan, ia tetap
bisa berprestasi. Menutup perbincangan, ia menitipkan pesan mendalam bagi
mahasiswa lain yang mungkin sedang takut akademiknya terganggu karena
organisasi.
"IPK
tidak menjadi acuan utama dalam dunia profesional, interpersonal skills
juga penting, terutama attitude dan komunikasi," pesan Khahar. Ia
menekankan bahwa ilmu bisa digali kapan saja, namun pengalaman masa muda
memiliki nilainya sendiri.
"Wawasan
bisa digali, ilmu bisa dieksplorasi, namun momen hanya bisa dinikmati dan
diingat kembali," tutupnya.
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya


Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?