FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Tangisnya
dulu sering terdengar di pagi hari, saat pertama kali diantar ke sekolah
tahfidz. Namun, siapa sangka, dari tangis kecil itulah lahir sosok luar biasa
bernama Hafiza Khaira Lubna gadis
berusia 10 tahun yang kini telah menghafal 30 juz Al-Qur’an. Santri cilik dari
Markaz Al-Firdaus Candiloka ini telah menjadi inspirasi tentang ketekunan,
kesabaran, dan cinta pada Kalamullah sejak usia empat tahun.
Tidak seperti anak-anak lain yang menempuh sekolah umum, Hafiza sepenuhnya
belajar di Markaz Al-Firdaus, lembaga tahfidz yang menanamkan cinta Al-Qur’an
sejak dini. Di sanalah ia belajar membaca, menulis, dan menghafal semuanya
berlandaskan nilai-nilai Al-Qur’an.
Saat pertama kali bersekolah, Hafiza sempat kesulitan menyesuaikan diri.
“Awalnya dia sering menangis, tidak mau jauh dari rumah,” kenang sang ibu
dengan senyum lembut. Namun seiring waktu, air mata itu berganti dengan
lantunan ayat-ayat suci yang fasih dan penuh penghayatan. Dari anak kecil yang
pemalu, Hafiza menjelma menjadi hafiza tangguh dengan hafalan 30 juz yang
terjaga.
Menghafal Al-Qur’an bukan perjalanan singkat. Hafiza melewati proses
panjang mulai dari belajar huruf
hijaiyah, memperbaiki makhraj, hingga menyetorkan hafalan kepada para ustazah
setiap hari. Sekolahnya berlangsung dari pukul 07.00 hingga 15.00, diisi dengan
kegiatan murojaah, setoran hafalan, serta pelajaran pendukung seperti tajwid,
fiqih dasar dan bahasa arab.
Tantangan terbesar Hafiza bukan kemampuan mengingat, melainkan kesadaran untuk
terus menjaga hafalan. Sebagai anak kecil, ia kadang masih perlu dorongan untuk
memahami bahwa hafalan Al-Qur’an adalah amanah besar. “Anak seusianya memang
masih butuh pendampingan. Tapi Hafiza cepat sekali belajar,” ujar Ustadzah Ida,
pembimbingnya. “Sekarang dia sudah luar biasa kuat dan sangat semangat murojaah
setiap hari.”
Semangat Hafiza tak berhenti di ruang tahfidz. Ia kerap tampil di berbagai
lomba hafalan Al-Qur’an, dari tingkat lokal hingga provinsi, dan beberapa kali
meraih juara 1 dan 2. Suatu kali, ia bahkan sempat mendaftar di ajang Hafiz
Indonesia, meski belum mendapat panggilan tampil di layar kaca.
“Yang kami syukuri bukan hanya prestasinya,” tutur ibunya. “Tapi perubahan
dirinya dari anak yang dulu sering menangis, kini bisa berdiri lantang
melantunkan ayat-ayat Allah dengan yakin dan gembira.”
Kini, di usia 10 tahun, Hafiza menjadi kebanggaan keluarga dan lingkungan. Ia
dikenal lembut, sopan, dan gemar membantu teman-temannya di Markaz Al-Firdaus
yang sedang berjuang menambah hafalan. “Kalau besar nanti aku ingin jadi
ustazah,” katanya dengan senyum polos, “biar aku bisa ngajarin anak-anak
hafalan juga.”
Kisah Hafiza Khaira Lubna adalah bukti bahwa ketekunan tidak mengenal usia.
Dari tangisan kecil di hari pertama sekolah hingga menjadi hafiza 30 juz di
usia 10 tahun, perjalanannya menggambarkan kekuatan doa, bimbingan, dan kasih
sayang dalam keluarga Qurani.
Di tengah dunia yang kian sibuk, Hafiza memilih jalan yang lebih tenang menjaga
firman Allah dalam hatinya. Dari Markaz Al-Firdaus Candiloka, suaranya yang
lembut terus melantunkan ayat-ayat suci, menjadi cahaya yang menuntun dan
menginspirasi banyak hati.
---
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya


Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?