MALANG | JATIMSATUNEWS.COM: Sebuah penelitian terbaru dari mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) mengungkap bagaimana letusan Gunung Anak Krakatau dalam rentang 2019–2023 mengubah kondisi ekosistem laut di sekitarnya. Dengan memanfaatkan citra satelit Sentinel-2 dan dua algoritma pengolahan citra berbeda, penelitian ini menunjukkan bahwa dinamika letusan vulkanik ternyata berdampak langsung pada kadar klorofil-a sebagai indikator utama produktivitas fitoplankton dalam ekosistem laut.
Penelitian yang dilakukan oleh Novan dan tim, mahasiswa jurusan Geografi, ini menganalisis tiga fase utama aktivitas vulkanik: pra-erupsi, sin-erupsi, dan pasca-erupsi. Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a di perairan sekitar Krakatau mengalami perubahan signifikan, mengikuti intensitas aktivitas vulkanik.
"Pada periode pra-erupsi, konsentrasi klorofil-a cenderung stabil dan tinggi di beberapa area pesisir. Namun saat puncak erupsi 2021, terjadi penurunan drastis akibat meningkatnya kekeruhan air dan terhalangnya cahaya yang masuk ke kolom air" ujar Novan.
Penelitian Ini menjelaskan bahwa peningkatan partikel vulkanik di permukaan laut dapat mengganggu proses fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas perairan pun menurun.
Namun yang menarik, hasil pemetaan pasca-erupsi memperlihatkan pemulihan ekosistem yang cepat. Pada tahun 2022–2023, nilai klorofil-a kembali meningkat, bahkan lebih tinggi di beberapa bagian selatan pulau. Fenomena ini diduga terjadi karena material vulkanik, seperti abu dan sedimen kaya mineral justru memberi tambahan nutrien bagi fitoplankton.
“Proses ini semacam fertilisasi alami yang memicu peningkatan kembali produktivitas laut,” tambahnya.
Selain memetakan perubahan spasial dan temporal klorofil-a, penelitian ini juga membandingkan dua algoritma pengolahan citra satelit: Red/NIR dan Red/Red-edge, yang keduanya umum digunakan dalam estimasi klorofil. Hasil analisis menunjukkan bahwa algoritma Red/Red-edge lebih stabil pada kondisi perairan keruh, seperti saat dan sesudah erupsi, sementara Red/NIR lebih sensitif pada perairan jernih.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pihak terkait termasuk pengelola kawasan konservasi, lembaga lingkungan, hingga instansi kebencanaan untuk memahami dinamika ekosistem laut di sekitar Krakatau. Selain itu, riset ini membuka peluang pengembangan sistem monitoring digital berbasis data satelit untuk memantau dampak erupsi gunung api terhadap perairan Indonesia.





Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?