Banner Iklan

Belajar Jadi Pendidik Sejati: Kisah Diva Mendampingi Siswa Kelas Tiga di Persari

Admin JSN
20 November 2025 | 21.27 WIB Last Updated 2025-11-20T14:42:20Z

Koordinasi Peserta Persari

FEATURE | JATIMSATUNEWS.COM - Suasana pagi di area Kebun Bibit dipenuhi tawa ceria siswa SDN Wiyung 1 Surabaya. Belasan bemo berjejer rapi, mengantar peserta kecil berseragam pramuka untuk mengikuti perkemahan satu hari atau Persari. Di tengah riuhnya anak-anak yang bersemangat, tampak mahasiswa memegang daftar nama sambil tersenyum antusias. Hari itu menjadi momen penting bagi Diva, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2023, karena untuk pertama kalinya ia bertugas sebagai pemandu Persari.

“Awalnya dikasih tahu kalau semua mahasiswa harus ikut kegiatan Persari,” ujar Diva saat mengenang alasannya terlibat dalam kegiatan tersebut.

Setibanya di Kebun Bibit, ia bersama tim dan seluruh peserta mengikuti upacara pembukaan. Usai upacara, para mahasiswa mendapat tanggung jawab menjaga pos-pos permainan—mulai dari pos satu hingga pos empat. Masing-masing pos memiliki tantangan berbeda: mengenali aroma rempah seperti kopi dan kencur, memainkan egrang batok, hingga estafet sarung yang menguji kerja sama peserta.

Diva sendiri mendampingi kelompok siswa kelas tiga putra. Ia mengaku sempat canggung, tetapi rasa gugup itu menghilang ketika melihat antusiasme anak-anak. “Aku sebagai pendamping cuma mengawasi dan menunjukkan tempat pos-pos itu berada,” jelasnya.

Sepanjang kegiatan, suasana penuh tawa, kompetisi ringan, dan semangat untuk menjadi yang tercepat menyelesaikan tantangan. Namun, di balik keriuhan itu Diva menemukan tantangan tersendiri: menghadapi karakter anak laki-laki yang aktif, sulit diam, dan suka berlari ke sana kemari.

“Perasaanku ya senang, karena ini pengalaman baru. Tapi tantangannya menghadapi anak cowok yang mau main terus. Baru lima menit diam, setelah itu lari ke mana-mana,” katanya sambil tertawa. Untuk mengatasi hal tersebut, Diva menerapkan cara sederhana namun cukup efektif. “Kalau mereka nggak tertib, aku ancam nggak dikasih makan,” ujarnya sambil tersenyum.

Setelah seluruh rangkaian permainan selesai, para peserta makan bersama, kemudian melaksanakan salat berjamaah di mushola. Perjalanan pulang menggunakan bemo yang sama disambut wajah-wajah lelah namun bahagia, termasuk Diva yang tampak puas meski letih.

“Capek, tapi senang banget. Aku jadi tahu rasanya mendampingi anak-anak kecil secara langsung,” ungkapnya.

Bagi Diva, Persari bukan sekadar kegiatan pendampingan atau tugas perkuliahan. Ia memaknainya sebagai pelajaran berharga tentang kesabaran, empati, dan tanggung jawab. Dari kegiatan sederhana ini, Diva menemukan pengalaman mendidik di luar ruang kelas—di tengah tawa, energi, dan kenakalan siswa—yang justru memperkaya pemahamannya tentang menjadi seorang pendidik sejati.

----

Anishia Fitria Rahma 
Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya 

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Belajar Jadi Pendidik Sejati: Kisah Diva Mendampingi Siswa Kelas Tiga di Persari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now