Banner Iklan

Tantangan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama di Era Globalisasi dan Digitalisasi

Anis Hidayatie
16 Oktober 2025 | 12.03 WIB Last Updated 2025-10-16T09:17:58Z




Oleh Muhamad Asrori, S.Ag, M.Pd

ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM - Nahdlatul Ulama (NU), sebagai organisasi sosial-keagamaan terbesar di Indonesia, memiliki struktur yang sangat luas hingga ke tingkat ranting di pelosok desa.

Pengurus ranting memegang peranan penting sebagai ujung tombak dakwah dan kegiatan keagamaan di masyarakat akar rumput. 

Namun, perkembangan zaman yang semakin pesat membawa tantangan baru yang harus dihadapi oleh para pengurus ranting NU, khususnya di era globalisasi dan digitalisasi.

Tantangan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama di Era Globalisasi dan Digitalisasi

 Globalisasi

Globalisasi membawa arus informasi dan budaya yang begitu cepat tanpa batas. Dampak positifnya mendorong kemajuan ekonomi dan teknologi, namun di sisi lain mengancam kelestarian nilai-nilai lokal dan tradisi keagamaan yang selama ini dijaga NU. 

Generasi muda desa kini lebih tertarik pada budaya global dan hiburan digital, sehingga pengurus ranting harus kreatif mengemas kegiatan keagamaan agar tetap relevan dan menarik, misalnya melalui tahlil millennial atau lomba dakwah kreatif.

Selain itu, masuknya paham keagamaan transnasional yang radikal dan puritan sering bertentangan dengan prinsip Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) yang dianut NU. Pengurus ranting dituntut menjadi benteng utama menjaga aqidah masyarakat dengan pendekatan yang santun dan ilmiah. 

Perubahan pola hidup modern yang membuat masyarakat semakin sibuk juga mengancam solidaritas sosial dan gotong royong di desa, sehingga peran pengurus ranting dalam menjaga kebersamaan menjadi sangat penting.


Tantangan Digitalisasi


Digitalisasi menghadirkan dunia maya sebagai ruang baru dakwah sekaligus tantangan. Banyak pengurus ranting yang masih rendah literasi digital sehingga kesulitan mengoptimalkan teknologi dalam kegiatan organisasi. Penyebaran hoaks dan paham radikal di media sosial juga menjadi ancaman yang serius, sehingga pengurus ranting perlu aktif menjadi “mujahid digital” yang menyebarkan konten positif dan moderat.


Selain itu, keterbatasan infrastruktur teknologi di pedesaan menjadi kendala dalam mengakses pelatihan dan berpartisipasi dalam aktivitas digitalisasi organisasi. Dukungan pemerintah daerah dan lembaga NU tingkat cabang sangat dibutuhkan untuk memperkuat fasilitas teknologi di tingkat ranting.


Strategi Menghadapi Tantangan


Meski tantangan besar, pengurus ranting NU memiliki peluang besar untuk berperan aktif melalui berbagai strategi. Penguatan kaderisasi dengan pelatihan literasi digital dan manajemen organisasi menjadi kunci untuk menyiapkan kader muda yang siap beradaptasi. Dakwah kultural yang menggabungkan tradisi dengan pendekatan modern juga menjadi strategi efektif agar pesan keagamaan tetap menyentuh berbagai kalangan.


Pemberdayaan ekonomi umat melalui koperasi, UMKM, dan pertanian berbasis pesantren dapat meningkatkan kesejahteraan warga, menjadikan dakwah NU lebih nyata dan berdampak luas. Digitalisasi administrasi dan publikasi kegiatan ranting juga perlu dioptimalkan untuk meningkatkan transparansi dan jangkauan dakwah.

Penutup

Era globalisasi dan digitalisasi tidak bisa dihindari. NU sebagai organisasi yang telah berusia hampir satu abad harus mampu beradaptasi tanpa kehilangan jati diri. Pengurus ranting sebagai garda terdepan harus terus berinovasi dalam dakwah dan berorganisasi, menjadikan tantangan sebagai peluang memperkuat ukhuwah dan meneguhkan peran NU sebagai pelindung umat dan penjaga moral bangsa.

***

Penulis adalah Ketua Ranting NU Lowokwaru Tawangrejeni Turen


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Tantangan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama di Era Globalisasi dan Digitalisasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now