Purwodadi, Desa Kesepuluh Dinilai Lomba Kampung Pancasila Kabupaten Pasuruan, Wajah Kemajemukan Indonesia
PASURUAN| JATIMSATUNEWS.COM: Desa Purwodadi, Kecamatan Purwodadi, menjadi desa kesepuluh yang dinilai dalam ajang Lomba Kampung Pancasila Kabupaten Pasuruan, Selasa (2/9/2025). Kehadiran tim juri disambut tari kuda lumping, warisan desa setempat sejak 1942.
Camat Sugiarto memberikan sambutan. Menyampaikan bahwa Purwodadi adalah desa dengan pengamalan nilai Pancasila yang mengakar. Dari kegotongroyongan hingga tercetus kampung Bali.
Desa Purwodadi dipandang sebagai representasi miniatur Indonesia karena kemajemukan warganya.
“Di sini ada masjid, gereja, bahkan tempat ibadah Tridharma yang berdampingan. Ada etnis Batak, Bali, Sunda, Madura, hingga Tionghoa. Inilah wajah sejati Indonesia,” ujarnya.
Juri Gus Bay menyampaikan bahwa penilaian bertepatan dengan rangkaian peringatan Hari Jadi Kabupaten Pasuruan ke-1096 yang jatuh pada 18 September mendatang.
Menurut Gus Bay, ada tiga hal yang menjadi fokus penilaian lomba: dekoratif dengan simbol-simbol Pancasila, kearifan lokal yang otentik, serta keberagaman yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
“Rukun itu sebenarnya kata sifat, tetapi di Indonesia rukun bisa menjadi kata tempat. Itulah Purwodadi. Inilah desa kesepuluh, dari target 24 Kampung Pancasila yang akan dibentuk oleh Ibu Bupati. Purwodadi adalah bagian dari Indonesia,” jelasnya.
Membatik di panggung utama. Batik tulis Purwodadi khas Produk UMKM Desa Purwodadi.Simbol-simbol Pancasila terlihat di panggung utama yang masih memanfaatkan dekorasi hasil perayaan 17 Agustus lalu.
Pemukulan kentongan peninggalan tahun 1954 oleh juri dari Polres Pasuruan, Imron Rosyidi, menjadi tanda dimulainya penilaian resmi.
Kepala Desa Purwodadi, Mulyono menjelaskan potret desa yang berada di perbatasan Pasuruan–Malang ini. Desa Purwodadi memiliki empat dusun dengan 28 RT dan 9 RW. Warganya terdiri dari pemeluk Islam, Kristen, dan Buddha yang rutin melaksanakan kegiatan bersama.
“Kami punya Bank Sampah Berkah Lestari yang sudah mendapat beberapa penghargaan, Posyandu Balita dan Posyandu Lansia yang aktif berjalan dua tahun terakhir, serta lomba RT Bersih Sehat yang menjadi ajang kebersamaan warga,” papar Mulyono.
Selain itu, Purwodadi juga memiliki kampung tematik seperti “Kampung Bali” yang digagas Sugeng Hariadi di RT 2 RW 3.
Dari sisi budaya, kesenian kuda lumping yang disebut SHM Putra—berdiri sejak 1942—menjadi ikon desa dan dipercaya dekat dengan Presiden Soekarno dengan pencipta tarinya Sukarno juga namanya.
“Kesenian ini murni milik kami, tanpa modifikasi,” tambahnya.
Toleransi di Purwodadi tergambar dari kehidupan warganya. Pendeta Catherine dan suaminya, David, yang juga Ketua Koperasi Merah Putih, menjadi saksi hidup kerukunan di desa ini.
“Saya sudah 33 tahun tinggal di Purwodadi, aman dan nyaman. Kami saling bantu, gotong royong, tanpa membeda-bedakan asal-usul. Tidak ada keinginan pindah dari sini karena kerukunan sudah menjadi nafas kehidupan,” ungkap Catherine.
Warga dari berbagai etnis, seperti Rosi darl Batak, Sulaiman asal Subang, Komang dari Bali, hingga etnis Madura dan Tionghoa, hidup berdampingan dalam suasana damai. Bahkan, gereja berdiri berdampingan dengan musholla, menjadi simbol konkret persaudaraan lintas iman.
Rangkaian acara ditutup dengan doa lintas agama yang dipimpin Ustadz Nur Hasyim dan Pendeta Catherine. “Bersama Tuhan, Pasuruan damai,” ucap Catherine. Sementara Ustadz Hasyim berdoa agar bangsa ini senantiasa aman, tentram, dan diberkahi Allah.
Tim juri yang hadir terdiri dari Titin (Plt Kasi Poldagri Kesbangpol), Gus Ahmad Bayhaqi (Ketua FPK Kabupaten Pasuruan sekaligus Kader JPM BPIP), Ayu (Sekretaris Pokja 3 PKK Kabupaten) dan I is, Imron Rosyidi dari Polres dan Joko dari TNI
Purwodadi meneguhkan diri sebagai representasi Indonesia kecil—tempat kemajemukan, kebersamaan, dan kearifan lokal hidup berdampingan dalam semangat Pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?