Tasyakuran dan Makan Bersama Sebagai Perekat Kebersamaan di Pesantren, Merayakan Kemerdekaan ke-80.
ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM: Pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional, bukan hanya tempat menimba ilmu agama, tetapi juga wadah pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai luhur. Di balik kesederhanaan hidup dan disiplin yang ketat, tersimpan kekayaan tradisi yang mempererat tali persaudaraan antar santri dan pengurus.
Salah satu tradisi yang kental adalah tasyakuran, seringkali diiringi dengan makan bersama, atau yang akrab disebut "makan-makan". Tradisi ini menjadi momen penting dalam membangun kebersamaan, terutama saat merayakan hari-hari besar, termasuk peringatan kemerdekaan Indonesia.
Tasyakuran, secara harfiah berarti ungkapan syukur, merupakan wujud rasa terima kasih kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan.
Di pesantren, tasyakuran bisa diadakan dalam berbagai kesempatan. Misalnya, saat khatam Al-Quran, selesainya pembangunan atau renovasi asrama, atau bahkan menyambut bulan suci Ramadan. Namun, tasyakuran juga memiliki makna yang lebih luas, yaitu sebagai momen untuk merefleksikan diri, mempererat ukhuwah Islamiyah, dan memohon keberkahan.
Lalu, mengapa makan-makan selalu menyertai tasyakuran? Makan bersama bukan sekadar mengisi perut. Lebih dari itu, ia adalah simbol kebersamaan dan kesetaraan.
Di meja makan, perbedaan status dan latar belakang seolah luntur. Santri senior dan junior, ustadz dan santri, semua duduk bersama, menikmati hidangan yang sama. Suasana keakraban dan kekeluargaan pun tercipta. Sambil menyantap hidangan sederhana, obrolan ringan dan canda tawa mengalir, mempererat ikatan persaudaraan.
Khususnya dalam perayaan kemerdekaan Indonesia, tasyakuran dan makan-makan memiliki makna yang sangat mendalam. Pesantren, sebagai bagian dari bangsa Indonesia, turut merasakan semangat kemerdekaan.
Tasyakuran menjadi wujud rasa syukur atas kemerdekaan yang telah diraih para pahlawan. Makan bersama menjadi simbol persatuan dan kesatuan bangsa, mengingatkan para santri akan pentingnya menjaga kemerdekaan dan mengisi pembangunan dengan hal-hal positif.
Bayangkan, pada peringatan kemerdekaan Indonesia Raya ke-80, seluruh santri dan pengurus pesantren berkumpul di halaman.
Setelah upacara bendera yang khidmat, mereka bersama-sama membaca doa syukur, mengenang jasa para pahlawan, dan memohon agar bangsa Indonesia senantiasa diberikan kedamaian dan kemajuan.
Kemudian, hidangan sederhana seperti nasi tumpeng, sayur lodeh, dan lauk pauk khas Indonesia disajikan. Semua orang duduk bersama, menikmati hidangan sambil bercerita tentang perjuangan para pahlawan, cita-cita bangsa, dan harapan untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Momen ini sungguh mengharukan dan membangkitkan semangat nasionalisme.
Tentu saja, hidangan yang disajikan dalam tasyakuran tidak harus mewah. Yang terpenting adalah kebersamaan dan rasa syukur yang menyertai.
Bahkan, seringkali santri dan pengurus pesantren saling bahu-membahu menyiapkan hidangan, mulai dari berbelanja bahan-bahan hingga memasak bersama. Proses ini pun menjadi bagian dari tradisi yang mempererat kebersamaan.
Tasyakuran dengan makan-makan bukan sekadar tradisi rutin di pesantren. Ia adalah perekat kebersamaan, wujud rasa syukur, dan sarana penanaman nilai-nilai luhur.
Terlebih lagi, dalam perayaan hari-hari besar seperti kemerdekaan Indonesia, tradisi ini memiliki makna yang sangat mendalam, mengingatkan para santri akan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta mengisi kemerdekaan dengan hal-hal positif.
Mari kita lestarikan tradisi ini, agar semangat kebersamaan dan rasa syukur senantiasa menghiasi kehidupan pesantren dan bangsa Indonesia. Semoga di usia kemerdekaan yang ke-80, Indonesia semakin jaya dan makmur.
Baca Juga: Belajar Na’ibul Fa’il Lengkap: Pengertian, Jenis, Kaidah, Hukum dan Contohnya
Penulis: Muhammad Wafiq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?