Banner Iklan

Sarasehan FKUB Kota Malang Tegaskan Pentingnya Komunikasi dalam Pendirian Rumah Ibadah

24 Juli 2025 | 08.02 WIB Last Updated 2025-07-24T01:02:00Z
Wawali Kota Malang saat memberikan sambutan sebagai penasehat

Kota Malang — Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Malang menggelar Sarasehan Peraturan Pendirian Rumah Ibadat dan Dialog Lintas Agama pada Selasa (23/7) di Hotel Tugu, sebagai upaya memperkuat harmoni sosial dan meneguhkan semangat toleransi antarumat beragama di Kota Malang. 

Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai tokoh lintas sektor, antara lain Wakil Wali Kota Malang Ali Muthohirin, Ketua FKUB Kota Malang, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Malang Gus Shampton, perwakilan TNI-Polri, camat, lurah, serta sejumlah tokoh agama dan masyarakat. Total ada 80 peserta dari berbagai elemen yang mengikuti sarasehan ini. 

Pentingnya Kepastian dan Kesadaran Hukum 
Dalam sambutannya, Wakil Wali Kota Malang menekankan bahwa pendirian rumah ibadah tidak cukup hanya diselesaikan melalui prosedur administratif. Dibutuhkan dialog konstruktif dengan masyarakat dan peran aktif FKUB. “Sering kali gesekan terjadi bukan karena agama, tapi karena komunikasi yang tidak terbuka. Maka perlu ada kepastian hukum, kesadaran hukum, dan yang lebih penting, kepekaan sosial,” ujar Ali Muthohirin. Ia mengingatkan bahwa Kota Malang adalah kota pendidikan dan kebudayaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi. Namun, tantangan zaman seperti polarisasi di media sosial dan penyebaran hoaks menjadi ancaman baru yang perlu diwaspadai bersama. 

Gus Shampton: Dialog adalah Kunci 
Salah satu penekanan utama datang dari Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Malang, Gus Shampton, yang menyoroti pentingnya komunikasi langsung dan terbuka dalam proses pembangunan rumah ibadah. “Dialog dengan warga sekitar menjadi kunci. Komunikasi yang terbuka sejak awal bisa menghindarkan kita dari konflik sosial yang lebih besar di kemudian hari,” ujar Gus Shampton. Ia menjelaskan bahwa Kemenag Kota Malang telah membentuk Tim 9, yang terdiri dari para pejabat struktural dan pranata humas, untuk memverifikasi langsung permohonan pembangunan rumah ibadah. 

Tim ini tidak hanya memeriksa dokumen, tetapi juga memastikan dialog berlangsung dengan masyarakat sekitar. “Kami tidak ingin hanya menjadi institusi yang mengeluarkan rekomendasi, tapi ingin menjadi fasilitator komunikasi agar keputusan yang diambil bersifat inklusif dan disepakati bersama,” imbuhnya. 

 Gus Shampton juga menyoroti pentingnya memahami bahwa penggunaan fasilitas umum sebagai tempat ibadah bersifat darurat dan bukan solusi jangka panjang. “Solusi jangka panjang haruslah berbasis kesepakatan dan penghormatan terhadap hak bersama,” tegasnya. 

Malang: Miniatur Indonesia, Tantangan Nyata 
Sebagai kota yang dijuluki miniatur Indonesia dengan keberagaman etnis, agama, dan institusi pendidikan, Malang memiliki tantangan tersendiri. Meski konflik yang muncul sering kali tidak berasal dari persoalan agama secara langsung, narasi keagamaan kerap digunakan untuk membungkus konflik sosial lain. Karena itu, sarasehan ini mendorong pentingnya pendekatan komunikasi akar rumput, peningkatan literasi digital dan keagamaan, serta sinergi antara tokoh agama, pemerintah, dan masyarakat. “Kerukunan tidak cukup dibangun dengan regulasi. Ia butuh dialog, kepercayaan, dan rasa saling memahami. Dan semua itu hanya bisa lahir dari komunikasi yang jujur dan berkelanjutan,” pungkas Gus Shampton.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Sarasehan FKUB Kota Malang Tegaskan Pentingnya Komunikasi dalam Pendirian Rumah Ibadah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now