Banner Iklan

Perempuan Memimpin : Belajar Kepemimpinan Transformasional dari Bunda di Desa Belung

Anis Hidayatie
23 Juli 2025 | 11.30 WIB Last Updated 2025-07-23T04:31:38Z


Perempuan Memimpin : Belajar Kepemimpinan Transformasional dari Bunda di Desa Belung

MALANG  | JATIMSATUNEWS.COM: Kepemimpinan seringkali dibayangkan hadir dalam bentuk formal lewat jabatan, dan ruang-ruang birokrasi. Dalam konteks desa, kepala desa seringkali menjadi simbol utama dari kepemimpinan. 

Namun ketika saya dan kelompok menginjakkan kaki di Desa Belung, saya belajar bahwa kepemimpinan tak selalu bersandar pada struktur administratif saja. Ada bentuk kepemimpinan lain yang tumbuh dari kedekatan, dari aksi kecil yang konsisten, dan dari relasi yang dibangun secara personal. Sosok itu saya temukan dalam diri Bunda Anneta Triana Febriyanti, Ketua Tim Penggerak PKK Desa Belung sekaligus istri Kepala Desa.

 Ia tak hanya mendampingi, tetapi juga menjadi penggerak sosial di tengah masyarakat. Selama pelaksanaan KKN di Desa Belung, kelompok saya telah menjalankan dua program yaitu pelatihan public speaking pelayanan dan optimalisasi media sosial UMKM serta edukasi pembayaran digital melalui QRIS Reket. 

Kami datang membawa berbagai strategi, dan konsep sosialisasi yang telah dirancang dengan matang. Namun sesampainya di lapangan, kami sadar bahwa keberhasilan program bukan hanya soal ide atau teknis, tapi juga tentang siapa yang mampu menggerakkan orang untuk ikut serta. 

Di sinilah peran Bunda muncul sebagai kekuatan yang tak terlihat namun sangat terasa, ia memiliki pengaruh yang kuat di masyarakat. Ia mampu menghidupkan suasana, mendorong partisipasi, dan bahkan mengajak orang-orang ikut kegiatan kami. 

Sosoknya dipercaya dan disegani sehingga ketika ia menyatakan sesuatu, warga mendengarkan. Ketika ia meminta bantuan, warga bergerak. Apa yang dilakukan Bunda mengingatkan saya bahwa kepemimpinan tak selalu hadir lewat pidato, atau pengambilan keputusan resmi. 

Ada bentuk kepemimpinan yang tumbuh dari kepercayaan sosial, dari relasi sehari-hari, dari keberadaan yang konsisten dan suara yang diperhitungkan. Kepemimpinan yang demikian bersifat informal, namun dampaknya sangat nyata menggerakkan, menyatukan, dan menumbuhkan partisipasi dari bawah.

Bunda sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Desa Belung menghidupkan kembali kegiatan PKK yang sebelumnya pasif. Saat pertama kali memimpin, hanya 17 orang dari 50 undangan yang hadir. Tapi alih-alih menyerah, Bunda menyusun ulang sistem. Ia meminta setiap RT membentuk kelompok PKK mandiri. Iurannya hanya Rp2.000, dengan pertemuan rutin yang ditemani gorengan dan teh hangat. Apa yang dilakukan Bunda tampak sederhana, namun membawa perubahan besar. Warga mulai merasa memiliki ruang. 

Dari situ, kegiatan ekonomi kecil tumbuh, ibu-ibu menjual jajanan rumahan, kerajinap tangan, hingga makanan khas. Puncaknya ketika Sunday Market menjadi ruang UMKM untuk berkembang.

 Namun ketika pandemi COVID-19 datang, kegiatan fisik terpaksa untuk berhenti. Bunda tidak pasrah, ia melihat peluang di grup WhatsApp warga. Dari ruang digital sederhana itu, lahir pasar virtual ala Desa Belung.

 Makanan, minuman, dan kerajinan tangan mulai ditawarkan di sana. Tidak perlu lapak, cukup gawai dan niat. Melalui tindakan-tindakan itulah, saya belajar bahwa kepemimpinan bisa hadir bukan dari instruksi, melainkan dari keteladanan. 

Bunda tak banyak memberi arahan, tapi ia hadir sebagai contoh yang hidup. Ia lebih dulu bergerak, menyingsingkan lengan, berbicara dengan warga, menunjukkan bahwa perubahan itu mungkin asal dimulai dari yang kecil.

Di Desa Belung, sebagian besar laki-laki bekerja sebagai petani, sedangkan isu-isu domestik seperti gizi anak sering kali dianggap urusan sampingan. Kegiatan PKK kerap dilihat sebagai aktivitas tambahan, bukan prioritas pembangunan desa. Tapi Bunda punya pandangan lain. 

Ia tidak menyerah pada narasi dominan. Dengan tekun, ia mulai mendekati para ibu muda, bukan dengan ceramah, tapi dengan percakapan. Ia mengajak mereka ikut serta dalam pelatihan enam sesi, sebuah inisiatif yang menggabungkan edukasi gizi dengan praktik memasak berbasis pangan lokal.

Bunda juga tak ragu menggunakan dana talangan di tahap awal saat memulai program pelatihan gizi dan pencegahan stunting, sebelum dana desa resmi turun.

"Kalau nanti disetujui ya Alhamdulillah. Kalau tidak, wallahu a'lam. Yang penting niatnya," ujarnya.

Apa yang terjadi berikutnya sungguh mengesankan. Pelatihan ini bukan hanya soal makanan sehat, tapi tentang membuka ruang diskusi, tentang membangun rasa percaya diri, dan tentang mengembalikan suara perempuan ke dalam ruang-ruang pengambilan keputusan. Ibu-ibu yang awalnya diam dan ragu, mulai menunjukkan antusiasme, berbagi pengalaman, dan saling belajar.

Lambat laun, mereka tidak hanya menjadi peserta, tapi juga pemimpin kecil dalam lingkupnya masing-masing. Tidak berhenti di sana, Bunda juga membuka ruang untuk isu-isu lain yang kerap dianggap tabu atau remeh, seperti pelatihan kerajinan tangan ecoprint untuk pemberdayaan ekonomi perempuan, hingga diskusi terbuka tentang pelecehan seksual sebuah langkah berani yang jarang diangkat di desa-desa. 

Semua ini dilakukan dengan pendekatan informal namun bermakna, menjadikan posyandu dan kegiatan PKK bukan sekadar rutinitas, tapi ruang aman untuk tumbuh bersama.

Dari sini, saya belajar bahwa ketika seorang perempuan diberi ruang untuk bicara dan kepercayaan untuk bertindak, ia mampu menciptakan perubahan yang nyata.

 Kepemimpinan perempuan tidak selalu bersifat formal, namun dari kedekatannya dengan komunitas, ia bisa membaca kebutuhan, merespons dengan empati, dan menggerakkan dari dalam. Kisah Bunda tak lepas dari nilai-nilai kepemimpinan transformasional, meski ia sendiri mungkin tidak pernah menyebut istilah itu.

 Tapi kita bisa melihat bagaimana ia memberi pengaruh lewat teladan, menyemangati warga, memberi ruang eksplorasi, dan memperhatikan kebutuhan tiap individu. Ia bukan pemimpin yang berbicara tentang program, tapi yang menghidupkan program dengan kehadirannya. Ia bukan pemimpin yang muncul di spanduk, tapi yang dikenal lewat ketulusan dan keberlanjutan relasi.

 Itulah esensi kepemimpinan transformasional menggerakkan bukan karena kuasa, tapi karena kepercayaan.

Bunda Anneta Triana Febriyanti mengajarkan saya bahwa membangun desa tidak selalu harus dimulai dari rapat-rapat resmi atau serangkaian program yang terdokumentasi rapi dalam laporan administratif.

 Ia justru memulai dari yang paling dekat dan paling mungkin, teh hangat sebagai jembatan cerita, dan gorengan sebagai simbol keterbukaan. Ia tahu bahwa sebelum bicara tentang pembangunan, kita perlu membangun rasa saling percaya. Sebelum bicara soal kebijakan, kita perlu mendengar keresahan sehari-hari. Bunda adalah seorang perempuan biasa, seorang istri kepala desa, seorang ibu, seorang tetangga yang memilih untuk peduli. 

Ia menerjemahkannya menjadi tindakan nyata, menyusun ulang sistem PKK, menghidupkan pasar rakyat, menyuarakan isu-isu sensitif, hingga menggunakan dana pribadi untuk kebutuhan masyarakat. 

Di setiap langkahnya, ada keberanian untuk mengambil peran, meski tanpa sorotan, tanpa janji penghargaan. Bunda tidak hadir untuk memimpin dari atas, tapi untuk bergerak bersama dari dalam. 

Kepemimpinannya tidak mengandalkan instruksi, tapi memberi inspirasi. Ia tidak mengatur, tetapi mengajak. Ia tidak memaksa, tetapi memantik semangat. Kisah Bunda adalah bukti bahwa perempuan memiliki peran penting dalam membentuk masyarakat yang lebih inklusif dan berdaya.

 Ketika perempuan diberi ruang untuk bicara, didengarkan dengan sungguh-sungguh dan dipercaya untuk bertindak, maka lahirlah perubahan yang tidak hanya menyentuh kebijakan, tapi juga menyentuh hati. 

Perubahan yang bukan hanya terlihat di infrastruktur, tapi juga terasa dalam cara warga saling memandang dan saling menguatkan.

Penulis : Shabbrinna Syifa Annissa

Email : shabsa07@gmail.com

No. Telp : 082123254853


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Perempuan Memimpin : Belajar Kepemimpinan Transformasional dari Bunda di Desa Belung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now