Banner Iklan

DPD RI Cantik Lia Istifhama Ingatkan Bahaya Toxic Positivity

Anis Hidayatie
05 Juli 2025 | 23.27 WIB Last Updated 2025-07-05T16:27:51Z

 


DPD RI Cantik Lia Istifhama Ingatkan Bahaya Toxic Positivity

SURABAYA | JATIMSATUNEWS.COM: Di tengah gempuran media sosial yang dipenuhi kutipan motivasi dan senyum yang tampak sempurna, Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Lia Istifhama, memberikan pandangan yang menyejukkan namun penuh peringatan. Perempuan yang akrab disapa Ning Lia ini mengajak masyarakat, khususnya generasi muda, untuk tidak terjebak dalam jebakan “positive vibes only” yang semu dan justru berbahaya.

Dalam sebuah forum diskusi reflektif, Ning Lia mengupas fenomena toxic positivity—yakni sikap yang mendorong seseorang untuk menolak emosi negatif secara ekstrem, hingga kehilangan kemampuan untuk menghadapi realitas secara jujur dan utuh.

“Berpikir positif yang sejati bukan menolak kenyataan,” tegas Ning Lia.
“Tapi kita belajar menerima apa pun yang terjadi, beradaptasi, dan melihat kekurangan sebagai hal yang perlu diperbaiki.”

Menurutnya, banyak orang salah paham dengan konsep berpikir positif. Alih-alih tumbuh menjadi pribadi dewasa dan resilien, sebagian justru terjebak dalam kepura-puraan. Toxic positivity, lanjutnya, memaksa manusia untuk selalu tampak sempurna, menutupi rasa sedih, kecewa, atau gagal—emosi yang seharusnya dipeluk sebagai bagian dari proses tumbuh.

“Kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Kita manusia justru dituntut untuk menyadari kekurangan, dan terus belajar dari situ,” ungkap Senator berhijab yang dikenal aktif dalam isu-isu spiritualitas dan kebangsaan ini.

Ning Lia mendorong lahirnya budaya berpikir yang lebih reflektif dan kritis. Menurutnya, pengakuan atas kelemahan diri bukan bentuk kelemahan, melainkan langkah awal menuju kekuatan.

“Kalau kita tahu kekurangan kita, kita bisa menyusun strategi how to be better. Kita bisa memaksimalkan potensi untuk menutupi kekurangan,” jelasnya.

Dalam pandangan akademisnya, Ning Lia juga mengaitkan isu ini dengan teori filsuf JΓΌrgen Habermas, khususnya konsep lifeworld atau dunia kehidupan sehari-hari. Di dalam lifeworld, nilai, norma, dan pengalaman bersama menjadi dasar komunikasi.

“Kalau kita saling memaksa untuk tersenyum dan menolak kritik, kita menutup ruang dialog. Padahal demokrasi yang sehat perlu percakapan yang jujur, bukan sekadar kata-kata manis,” katanya.

Habermas, lanjutnya, juga mengenalkan konsep emancipatory knowledge interest—hasrat manusia untuk membebaskan diri dari ilusi dan dominasi. Dan dalam konteks ini, menolak toxic positivity adalah langkah emansipatoris yang layak didorong.

“Masyarakat berhak mengakui luka sosial, membicarakannya, lalu mencari solusi bersama. Optimisme itu penting, tapi harus berbasis refleksi, bukan ilusi,” tandas Ning Lia.

Lebih jauh, perempuan yang pernah aktif di berbagai forum pemuda dan keagamaan ini menilai bahwa sikap kritis terhadap toxic positivity sejalan dengan nilai spiritual. Menyadari keterbatasan manusia adalah bentuk ketakwaan, bukan kelemahan.

“Kesempurnaan itu milik Tuhan. Kita dituntut untuk terus belajar, memperbaiki diri, dan hidup dengan kejujuran batin,” ujarnya.



Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • DPD RI Cantik Lia Istifhama Ingatkan Bahaya Toxic Positivity

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now