2025 Santri As-Syadzili Menulis Puisi Serentak Menuju Rekor MURI
MALANG | JATIMSATUNEWS.COM: Lautan putih membentang di aula pesantren. Ribuan santri dan santriwati duduk bersila, bersimpuh dalam keheningan. Tak ada suara, hanya kesungguhan yang terpancar dari tatapan mata mereka ke selembar kertas kosong. Di tangan, pena bersiap menari. Di hadapan, dua mentor memberi semangat: Anis Hidayatie, jurnalis sekaligus pegiat literasi, dan Gus Bay untuk nama panjang Ahmad Bayhaqi Kadmi, editor senior, penulis juga mubaligh berlatar belakang pesantren kuat.
Suasana demikian tergambar dari kegiatan 2025 Santri Menulis Puisi Menuju Rekor MURI dalam rangka Harlah ke-60 Pondok Pesantren As-Syadzili, Pakis, Kabupaten Malang, Rabu (26/6/2025).
Dibuka langsung oleh Ustadz Muhammad Wafi selaku Kepala Pesantren, acara ini menjadi bukti bahwa santri bukan hanya disiapkan untuk ahli dalam ilmu agama, tetapi juga piawai dalam karya sastra.
“Alhamdulillah bisa terlaksana. Para santri insyaAllah siap menyerap ilmu dari para mentor. Terima kasih kepada narasumber yang telah berkenan berbagi,” ucapnya dalam sambutannya.
Sebagai ketua pelaksana, Ustadz Ilham Islamuddin menyampaikan tujuan besar di balik kegiatan ini.
“Kami ingin mengkampanyekan literasi, khususnya puisi yang sangat dekat dengan dunia santri. Ketika Bu Anis menawarkan ide ini, kami langsung menyambut dengan antusias. Target kami jelas: 2025 santri menulis puisi di tahun 2025, menuju rekor MURI sekaligus hadiah ulang tahun ke 60 pesantren As Sadzili,” paparnya.
Dukungan penuh juga datang dari Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah M.Ag (Prof. AMKA), Ketua LP Ma’arif NU Kabupaten Malang. Ia menyebut kegiatan ini sebagai inspirasi besar bagi lembaga-lembaga pendidikan NU di Indonesia.
“Selamat ulang tahun ke-60 untuk As-Syadzili. Semoga kegiatan ini menular ke pesantren lain, agar gema puisi santri menjadikan Indonesia lebih indah,” katanya.
Acara berlangsung runtut. Setelah pembukaan dan sambutan, sesi pelatihan berlangsung selama 30 menit. Anis Hidayatie membuka pelatihan dengan materi teknik menulis puisi sederhana namun bermakna.
“Puisi harus punya kepala (judul), badan (bait-bait), dan titik mangsa (penutup berupa nama penulis, waktu, dan tempat). Menulislah dari hati, bayangkan obyek yang ingin ditulis, lalu tuangkan dengan kata-kata indah,” tuturnya.
Sesi dilanjutkan oleh Gus Bay, yang menyampaikan filosofi puisi dalam pesantren. Dengan gaya khasnya, ia membedah kekuatan kata dan puisi, bahkan menyampaikan indahnya susunan ayat suci Alquran dengan kekuatan sastra. “Santri adalah anak muda yang mempelajari kata-kata indah dalam kitab suci. Maka puisi adalah tradisi yang telah lama hidup di pesantren,” ujar Gus Bay, yang juga menyuguhkan puisi berjudul Pahlawan Kecil dengan gaya jenaka.
Setelah sesi pelatihan, seluruh peserta mulai menulis puisi serentak. 700 an di aula utama, yang lain di tempat pondok masing masing, terutama santri putri mengikuti materi live streaming dan menulis di area pesantren masing-masing.
Dalam hal ini Anis Hidayatie berkesempatan meninjau tiap tiap lokasi, memberi materi langsung pula sebelum para santri menulis puisi.
Klimaksnya, para santri usai mengikuti pelatihan langsung menyerahkan kertas pada wali kelas, berbaris rapi absen mencatatksn nama mereka sebagai bagian dari peserta sejarah. 2025 santri telah menulis puisi. Mereka menuangkan perasaan, pengalaman, dan nilai-nilai kehidupan dalam bait-bait penuh makna. Setiap puisi akan dikumpulkan dan didokumentasikan sebagai bagian dari pengajuan rekor MURI.
Acara ditutup dengan evaluasi karya dan pembacaan doa. Hasil karya para santri dikumpulkan oleh panitia untuk proses dokumentasi dan validasi.
Bagi Anis Hidayatie dan Gus Bayhaqi Kadmi, kegiatan ini bukan hanya tentang rekor, tetapi tentang membangkitkan kesadaran literasi sejak dini. Bahwa kata-kata bisa menjadi jembatan perubahan. Dan santri adalah garda depan dalam menjaga tradisi keilmuan dan sastra Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?