ads H Makhrus

 

Pasang iklan disini

 

Waspada Pemilih Pindahan, Potensi Pemilihan Suara Ulang

Admin JSN
08 Oktober 2024 | 11.47 WIB Last Updated 2024-10-08T04:47:04Z

Pelayanan pemilih pindahan yang tidak sesuai dengan prosedur yang ada akan mengakibatkan terjadinya pemilihan suara ulang

ARTIKEL|JATIMSATUNEWS.COM - Usai ditetapkannya daftar pemilih untuk Pilkada Serentak 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah (Kabupaten/Kota dan Provinsi), kini tahapan yang tidak kalah krusialnya selain tahapan kampanye adalah tahapan penyusunan daftar pemilih pindahan. Dianggap sebagai tahapan krusial karena seringkali pemilih pindahan ini menjadi salah satu pemicu munculnya Pemungutan Suara Ulang (PSU) baik saat Pemilu maupun Pilkada. 

Sebut saja di Kabupaten Malang, saat Pilkada 2020 terdapat PSU di satu TPS di kecamatan Donomulyo. Ketika Pemilu 2024 kemaren, terdapat 5 TPS yang tersebar di tiga kecamatan yakni Sumberpucung, Pujon dan Pakis. PSU yang berlangsung semuanya diakibatkan oleh pelayanan pemilih pindahan yang tidak sesuai prosedur dan aturan yang ada.

Apa yang dimaksud pemilih pindahan? Sebelum mengungkap lebih dalam tentang pemilih pindahan dan bagaimana prosedur yang harus dilalui oleh pemilih dan dilayani oleh penyelenggara, perlud diketahui bahwa terdapat tiga jenis daftar pemilih. Pertama adalah pemilih yang terdaftar di dalam Daftar Pemilih Tetap. Pemilih ini sudah terdata sejak proses awal pemutakhiran data pemilih oleh KPU yang bantu oleh badan adhocnya hingga Pantarlih, selanjutnya ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Sementara dan kemudian dilanjutkan pada proses Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP). Secara singkat DPT adalah Pemilih yang terdaftar dalam DPS yang telah diperbaiki dan direkapitulasi oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), yang selanjutnya ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota. 

Kedua, Daftar Pemilih Pindahan yang selanjutnya disebut dengan DPTb adalah daftar yang berisi Pemilih yang telah terdaftar dalam DPT, namun karena keadaan tertentu Pemilih tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS tempat yang bersangkutan terdaftar dan memberikan suara di TPS lain. Adapun yang ketiga adalah Daftar Pemilih Tambahan yang selanjutnya disebut dengan DPK merupakan daftar Pemilih yang tidak terdaftar sebagai Pemilih dalam DPT, namun memenuhi syarat sebagai Pemilih, dilayani penggunaan hak pilihnya pada hari dan tanggal pemungutan suara.

Ketiga kategori daftar pemilih tersebut sama-sama memiliki hak untuk datang ke TPS dan mencoblos paslon sesuai pilihannya. Namun memiliki perlakuan yang berbeda antarsatu sama lain. Pemilih yang terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak pilihnya sesuai dengan waktu yang ditentukan yakni mulai pukul 07.00 sd 13.00 Wib di TPS yang sudah ditentukan dengan mendapatkan dua jenis surat suara yakni satu surat suara untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati/Walikota dan Wakil Walikota, dan satu surat suara untuk pemilihan Gubernur dna Wakil gubernur. 

Untuk pemilih yang masuk kategori DPTb, harus memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku seblum datang ke TPS. Pemilih DPTb harus mengurus surat pindah memilih ke KPU Kabupaten/Kota, PPK atau PPS tujuan atau asal. Waktu pengurusan surat pindah memilihpun juga sudah ditentukan sesuai peraturan perundang-undangan. Pemilih tidak bisa mengurus dalam waktu semaunya sendiri, misal datang ke KPU/PPK/PPS sebelum hari H Pemungutan Suara. Sebab, dalam dalam Keputusan KPU Nomor 799 tahun 2024 sudah diatur kapan seseorang harus mengurus surat pindah memilih untk dapat menggunakan hak pilihnya di TPS yang berbeda atau TPS yang tidak sesuai DPTnya. 

Sesuai Peraturan dan Keputusan KPU RI, ada beberapa alasan yang dapat dijadikan pemilih untuk mengurus surat pindah memilih yakni menjalankan tugas di tempat lain pada saat Hari pemungutan suara; menjalani rawat inap di fasilitas kesehatan dan keluarga yang mendampingi; penyandang disabilitas yang menjalani perawatan di panti sosial/panti rehabilitasi; menjalani rehabilitasi narkoba; menjadi tahanan di rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan, atau terpidana yang sedang menjalani hukuman penjara atau kurungan; tugas belajar/menempuh pendidikan menengah atau tinggi; pindah domisili; tertimpa bencana alam; bekerja di luar domisilinya; dan/atau keadaan tertentu diluar dari ketentuan diatas sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

KPU dalam Keputusannya memberikan tenggang waktu pengurusan surat pindah memilih dapat dilakukan paling lambat H-7, yakni tanggal 20 November 2024. Namun tidak semua alasan dapat dilayani untuk mendapatkan surat pindah memilih, sebab hanya ada 4 kategori/alasan yang dapat diuus hingga H-7 yakni menjalankan tugas di tempat lain pada saat Hari pemungutan suara; menjalani rawat inap di fasilitas kesehatan dan keluarga yang mendampingi; menjadi tahanan di rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan, atau terpidana yang sedang menjalani; dan tertimpa bencana alam.

Untuk mengurus surat pindah memilih sesuai dengan alasan-alasan yang telah tertuang di KPT KPU No,or 799 tahun 2024 juga harus sesuai persyarat administrasi yang telah ditentukan, seperti surat tugas dari lembaga atau surat bukti sedang menjalani pendidikan, sedang menjalani rehabilitasi atau menjadi tahanan, sedang sakit, bukti autentik dokumen kependudukan terbaru bagi yang pindah domisli dan sebagainya. 

Problem yang seringkali muncul di tengah masyarakat adalah ketidaktahuan kategori alasan batasan waktu yang telah ditentukan. Pemilih yang sedang bekerja di luar domisili dan pemilih yang sedang mengenyam pendidikan di daerah lain tidak paham tentang aturan KPU bahwa mereka harus mengurus H-30 yakni maksimal tanggal 28 Oktober 2024. Begitu juga pemilih yang pindah domisili, mereka tidak dapat mengurus surat pindah memilih setelah H-30. Lantas apakah mereka akan kehilangan hak pilihnya dikarenakan ketidakpahaman terkait regulsai KPU? Terlebih mereka (pemilih) yang akan pindah domisili dikarenakan satu dan lain hal setelah melewati H-30. 

Bagaimana dengan pemilih yang masuk dalam kategori DPK, apakah ada problem pelayanan dan fasilitasi oleh penyelenggara Pemilihan? Di dalam peraturan perundang-undangan, pemilih DPK dapat menggunakan hak pilihnya pada hari Pemungutan Suara dengan batasan waktu, yakni diperkenankan mencoblos pada satu jam sebelum berakhir waktu mencoblos, yakni pukul 12.00 sd 13.00Wib. Jadi, pemilih DPK hanya memiliki waktu satu jam sebelum berakhir masa pencoblosan di TPS. Kenyataan di lapangan, masih ada saja pemilih DPK yang hadir di luar waktu yang telah ditentukan. 

KPU RI bersama KPU Kabupaten/Kota dan seluruh jajaran badan adhocnya memiliki tugas mensosialisasikan kebijakan terkait pelayanan pemilih hingga pada hari Pemungutan Suara. Memang tidaklah mudah bagi wilayah geografisnya yang sangat luas seperti Kabupaten Malang. Namun sebenarnya hal tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk melakukan pendidikan pemilih secara massif dan menyeluruh. Sebab KPU sudah memiliki badan adhoc hingga tingkat desa/kelurahan beserta dukugannya yakni anggaran yang memadai untuk sosialisasi pendidikan pemilih hingga ke pelosok desa.

Berkaca pada Pemilu tahun 2024 dan Pilkada sebelumnya, kiranya KPU perlu mengevaluasi dan mencari strategi yang jitu agar tidak terjadi lagi PSU dikarenakan kesalahan pelayanan pemilih pindahan yang tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Ada beberapa catatan penting untuk diperhatikan oleh penyelenggara Pemilihan hingga tingkat TPS yakni Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Sebab, bisa jadi kesalahan pelayanan pemilih pindahan yang menjadi salah satu pemicu PSU itu bersumber dari penyelenggara itu sendiri atau ada faktor lain.

Pertama, meningkatkan literasi penyelenggara melalui pengarahan dan bimbingan teknis yang memadai dan berkelanjutan. Bagi daerah yang tidak terlalu luas wilayahnya dan hanya sedikit jumlah penyelenggaranya akan berbeda pola pemberian bimtek tata cara pemungutan suara dan pelayanan hak pilih. Bisa jadi untuk wilayah perkotaan, KPU langsung memberikan bimtek KPSSnya secara simultan. Namun bagi wilayah yang luas dan jumlah penyelengaranya juga besar perlu kerja keras dan ekstra agar tantangan tersebut dapat dilaluinya. Sebab, knowledge tentang regulasi tidak boleh terpotong atau parsial. Pemahaman yang utuh dituntut hingga penyelenggara tingkah paling ujung yakni KPPS. Pola-pola Bimtek harus diubah, KPU harus memberikan ruang terbuka untuk konsultasi penyelenggara di bawahnya atas problematka yang dihadapi. Jangan sampai KPPS tidak paham bagaimana pengadministrasian yang baik sesuati aturan yang ada. Bagaimana tatacara dan prosedur melayani tiga kategori pemilih tersebut. Jangan sampai ada pemilih yang tidak mempunyai hak untk menggunakan dua surat suara kemudian diberikan dua suat suara. 

Kedua, apakah PSU terjadi akibat ada oknum/seseorang yang memaksakan kehendaknya untuk menggunakan hak pilihnya sedangkan dia sebenarnya tidak memenuhi syarat. Intimidasi bisa saja terjadi di saat hari Pemungutan Suara di TPS. Bisa jadi ada seseorang yang merasa memiliki “power” kemudian mengintimidasi penyelenggara. Disinilah dibutuhkan ketegasan penyelengara (KPPS) untuk menolak seseorang yang tidak memenuhi syarat memilih di TPS tersebut. Jika ada situasi yang demikian, KPPS bisa bekerjasama dengan penyelenggara lain di TPS tersebut yakni Pengawas TPS dan juga peserta pemilihan dalam hal ini para saksi. Bekerjasama untuk menegakkan regulasi. 

Ketiga, persoalan integritas juga bisa jadi turut memicu terjadinya mall administrasi oleh penyelenggara. Integritas menjadi keniscayaan yang tidak boleh digoyahkan oleh “godaan dan rayuan” apapun. Menjalankan perintah sesuai peraturan perundang-undangan dibutuhkan sikap dan kemauan yang kuat untuk tetap berada di jalur yang benar. Mengabaikan prinsip integritas diantaranya jujur, tertib dan profesional akan berkakibat fatal dalam pelaksanaan tahapan pemilihan. Marwah lembaga menjadi taruhan. Baik buruknya nama lembaga (KPU) ditentukan oleh sikap dan perilaku para penyelenggaranya.

Keempat, sosialisasi pendidikan pemilih yang kurang. Melihat banyaknya pemilih DPTb yang hadir ke TPS tanpa ada surat pindah memilih memberikan makna bahwa masih banyak pemilih yang tidak paham tentang regulasi pindah memilih. Oleh karenanya, giat sosialisai pendidikan pemilih oleh KPU dan dibantu badan adhocnya hingga tingkat TPS seyogyanya digencarkan, secara massif baik melalui taap muka, media cetak, media massa, media online, media sosial atau dengan cara-cara lain yang dapat menyentuh pemilih secara menyeluruh. 

Penulis: Khilmi Arif (Pemerhati Pilkada dan anggota KPU Kabupaten Malang periode 2019 sd 2024)



Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Waspada Pemilih Pindahan, Potensi Pemilihan Suara Ulang

Trending Now