Harlah PMII 64, Menelisik Gagasan Kepemimpinan ala Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegara IV

Eko Rudianto
18 April 2024 | 20.00 WIB Last Updated 2024-04-19T05:27:01Z

Ketua KNPI Dampit saat meberikan materi dihadapan kader PMII (doc.pri)

ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM : Organisasi yang diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) telah berumur 64 Tahun pada 17 April 2024. Organisasi yang dinisbatkan memiliki anggota dari kelompok cendekiawan, ilmuan yang disebut mahasiswa ini memangku harapan besar bagi bangsa Indonesia. Bagaimana tidak, seorang pemuda dengan titel mahasiswa diharapkan menjadi agent of change dalam perubahan berkemajuan bagi bangsanya. 

Mahasiswa telah banyak disebut-sebut sebagai kelompok dengan ketajaman dan level kritis tinggi terhadap setiap kebijakan yang ditentukan oleh pemerintah terhadap rakyatnya. Demi menjaga marwah tersebut dalam kesempatan relfeksi harlah yang ke-64 ini saya menulis beberapa gagasan dan prinsip kepemimpinan yang telah dicetuskan oleh raja sekaligus pujangga jawa yang sangat fenomenal yaitu Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara Kaping IV. 


Kami merasa, gagasan falsafah kepemimpinan jawa ini hendaknya dipopulerkan kembali, ajaran-ajaran kebijaksanaan ini hendaknya disebarkan kembali ditengah zaman yang serba cepat dan penuh ketidakpastian ini, mengingat ajaran prinsip dan falsafah kepemimpinan jawa ini telah banyak mengantarkan pada zaman kesuksesan dibuktikan dengan kemajuan kerajaan-kerajaan jawa pada saat itu. Disisi lain, agar supaya ajaran yang juga merupakan ilmu ini kemudian tidak menjadi informasi saja tanpa adanya pelestarian atau penerus atau bahkan pengalaman. Atau lebih ironisnya lagi akan menjadi ajaran yang dimuseumkan kelak oleh anak cucu kita. 


Sebelum membahas lebih lanjut mengenai bagaimana ajaran, prinsip dan falsafah kepemimpinan yang ada pada adat jawa, maka sedikit kita memberikan pengantar pada diri kita, sedikit lebih dekat dengan KGPAA Mangkunegara IV agar kita tahu siapa beliau, meskipun kadang melihat siapa yang berbicara tidak disarankan dalam islam namun lihatlah apa yang dibicarakan, meskipun yang berbicara adalah anak kecil namun ajaran itu benar maka amalkanlah. Namun kita lebih memotivasi diri agar lebih mantab dalam mengamalkan tirakat yang dilakukan oleh salah satu orang hebat yang ada di jawa ini. 


PENGANTAR

Perlu diketahui belajar menjadi seorang pemimpin adalah fardhu bagi setiap orang, bukan fardhu kifayah karena tidak ada orang yang tidak berstatus pemimpin, minimal pemimpin untuk dirinya sendiri dan keluarganya. KGPAA Mangkenegara IV ini berasal dari keluarga Mangkunegaran. 


Memiliki nama asli Raden Mas Sudiro, yang lahir lahir pada tahu 1811 M, kemudian dilantik menjadi raja pada tahun 1853 M, lalu akhirnya meninggal 1881 M. Ibunya adalah putri dari Mangkunegara II atau bisa disebut cucu dari Mangkunegara II ayahnya menantunya Pakubuwono III atau cicitnya Pakubuwono, sejak kecil diasuh kakeknya Mangkunegara II. Selain menjadi raja/ adipati KGPAA juga termasuk pujangga. Tercatat banyak kitab/ serat yang lahir dari istanba kala itu tercatat kurang lebih sekitar 42 naskah kitab dan serat termasuk wedhatama dan beberapa yang membahas mengenai komposisi gamelan-gamelan. Agar tidak berpanjang lebar maka kita langsung masuk pada inti ajarannya. 


KATEGORI PEMIMPIN JAWA 

Dalam tradisi filsafat jawa ada pandangan mengenai kategori-kategori pemimpin : 

  1. Nistha : Pemimpin yang hina, yang hanya memimpin dirinya sendiri, sama sekali mengabaikan tugas dan tanggujawabnya, hanya mementingkan dirinya, keluarga atah kelompok sendiri. 
  2. Madya : Pemimpin yang sebenarnya sudah amanah, dia sudah menjalankan tugas dan kewajibkan yang dia jalankan setelah itu dia menuntut haknya (gaji/ imbalan). Kewajibkan dijalankan haknya juga dia tuntut, tidak masalah pemimpin seperti ini, namun dalam kategori jawa termasuk pemimpin yang cukup belum istimewa
  3. Utama : Pemimpin yang menjalankan kewajiban dan apa yang harus dia jalankan, bahkan dia lebihkan. Bahkan rela berkorban demi kebahagiaan, kesehjateraan, kemakmuran tanpa menghitung hak-hak yang dia dapatkan. Ini termasuk dalam pemimpin unggulan, pemimpin yang istimewa dalam tradisi filsafat pemimpin jawa. 


KUALIFIKASI PEMIMPIN JAWA : STABILITAS MORAL

Stabilitas moral bisa ditinjau dalam agama ialah menegakkan moral/ akhlaknya, antaralain : 

  1. Aja Gumunan : Tidak Mudah Kagum dengan sesuatu, hidup sangat dinamis akan ketemu banyak kejadian istimewa. Biasanya orang yang kudah kagum akan mudab tertipu, misalnya tertipu saat ada pesulap, bisanya orang seperti ini sulit berfikir jernih. Perhatian kita ditarik pada sesuatu hal sementara pada bagian lain kita ditipu. 


  1. Aja Kagetan : Jangan Mudah Terkejut/ heran. Pemimpin yang mudah tekejut seperti ini menunjukkan dia tidak siap menerima kenyataan. Membuat fikiran tidak jernih, maka kita perlu menambah wawasan dan pengetahuan sehingga pengetahuan luas dan apapun mampu membacanya, paling tidak kita sikapi itu dengan pemikiran apapun bisa terjadi jika tuhan memutuskan, tidak harus terkejut atau heran. 


  1. Aja Dumeh : Jangan Sombong, jangan mentang-mentang. Jangan mentang-mentang jadi pimpinan lalu menindas, jangan mentang-mentang jadi rakyat lalu tidak mau diatur, jangan mentang mentang kaya lalu boros, jangan mentang-mentang pintar lalu mintari yang lain. 
  1. Prasaja : Hidup Sederhana, sesuai kebutuhan dan secukupnya. Kadang disebut Bersahaja, tidak terlihat sengsara dan atau bermewah-mewah 
  2. Manjing Ajur Ajer : Ajur artinya Hancur dan Ajer artinya cair, maksunya seorang pemimpin yang harus bisa membaur ditengah masyarakatnya, pemimpin harus bisa campur dengan masyarakay, tidak boleh menjadi elit yang menjauh dari masyarakat, tidak boleh menjadi orang istimewa yang tidak boleh disentuh, mau ditemui saja sudah, mau diajak ngobrol takut dimarahi, mau mendekat saja diusir. Menjadi seorang pemimpin tidak boleh menempatkan diri secara berjarak dari masyarakatnya. Seorang pemimpin diharapkan menyatu dengan masyarakat. Agar kehendak rakyat dan pemimpin nyambung. 


KUALIFIKASI PEMIMPIN : MENGUASAI RAOS GESANG

Seorang pemimpin dituntut untuk menghidupkan rasa/ bathin. Karena ciri nalar jawa itu ada titik tekan batin atau rasa, salahsatu prinsip dari Ki Ageng Suryamentaram terkait pemimpin yang harus menghidupkan rasa atau batin yaitu nurani atau ituisi antara lain 


  1. Bisa Rumangsa, Ojo Rumangsa Bisa : Empati atau bisa memposisikan atau menempatkan dirinya diposisi rakyat sehingga pemimpin membayangkan rasa yang dirasakan rakyat, akhirnya lahir rasa sayang karena turut merasakan. Tujuannya agar Prespektif pemimpin harus sesuai dengan prespektif yang dipimpin, sehingga keputusan dan kebijakan yang diambil, adalah kebijakan yang empatik berpihak kepada rakyat. Bukan visi dari pribadinya namun visi dari masyarakat. Kebalikannya adalah 'rumangsa bisa', orang tidak bisa empatik dia merasa kebenaran hanya pada ada dirinya saja, menganggap orang lain harus ikut kebenarannya. Padahal dirinya tidak mampu namun mengaggal dirinya mampu. Termasuk juga orang yang tidak mau belajar. 
  2. Angrasa Wani : Punya rasa keberanian, berani memulai, berani mengakhiri, berani belajar, berani salah, berani berjuang. Orang hidup kalau tidak punya rasa berani dia tidak akan bergerak. Dia akan cafi sudut aman hidupnya, dia akan berlindung di zona nyaman kesehariannya. Kalau pemimpin tidak punya keberanian, maka yang akan dia pimpin pada akhirnya akan merosot, tidak bisa maju. Kepemimpinannya tidak akan membawa perubahan apa-apa, padahal perubahan keberanian. Maka pemimpin harus berani melakukan inovasi, terobosan tidak takut dengan risiko. 
  3. Angrasa Kleru : Berani merasa/ mengakui bahwa dirinya salah bila memang dirinya salah. Manusia sangat wajar bila dirinya mempunyai salah, bahkan seorang tidak manusiawi menganggap dirinya benar terus. Manusia yang utama dia sadar kalau mengaku kalau saat dirinya salah, akhirnya tidak bisa menjadi lebih baik, hidupnya akan statis karena tidak ada pembenahan disetiap kesalahan. 
  4. Bener tur pener : Pemimpin harus ada diranah kebenaran dan keadilan, artinya kebenaran yang diterapkan pas, ruang, situasidan waktunya serta konteksnya sesuai. Sekarang banyak orang benar namun tidak sesuai dengan konteks dan situasi kebenaran itu, misalnya dalam debat. 


JALAN KEPEMIMPINAN : ASTA BRATA 

Asta Brata ini diambil dari kisah Ramayana yang ditulis oleh resi Walmiki, nasehatnya Rama kepada adiknya barata sewaktu akan meninggalkan kerjaan dan dinasehatkan kepada adiknya Rahwana yaitu Gunawan Wibisana setelah tewasnya Rahwana dan akan menggantikan menjadi Raja di Ngalengka, kidah ini lalu ditulis dan ada di Serat Ramajarwa oleh Raden Ngabei Yasadipura


8 jalan kepempinan dengan simbol-simbol alam, seorang pemimpin diharapkan berprilaku seperti prilakunya alam semesta, antaralain : 


  1. Ambeging Lintang : Pemimpin harus mengikuti jalannya bintang, bintang adalah simbol pedoman atau petunjuk, maka pemimpin harus bisa menjadi teladan atau masyarakatnya.
  2. Ambeging Surya : Pemimpin harus menempuh jalannya matahari, matahari adalah simbol keadilan dan kekuatan. Matahari memeberikan energi dan kekuatan tanpa memilih, sekaligus adil. Matahari tidak memilih siapa yang diberi cahaya dan siapa yang tidak. Kalau ada yang tidak kebagian cahaya mungkin dia menutupinya dengan sesuatu atau tertutupi sehingga cahanya tidak sampai. Seorang pemimpin harus menjalankan jalannya matahari adil dan memberi kekuatan. 
  3. Ambeging Rembulan : Pemimpin harus mengikuti jalannya rembuan, merupakan simbol penerangan dalam kegelapan. Pemimpin harus menerangi masyarakatnya, mencerahkan dan mencerdaskannya. 
  4. Ambeging Angin : Pemimpun harus memberi solusi dan kesejukan kepada rakyatnya. Sebagimana yang dilakukan angin. Angin selalu memberikan kesejukan disetiap hembusan dan selalu memberikan jalan keluar, angin itu lubang sedikit bisa keluar adalah simbol dari memberi solusi. 
  5. Ambeging Mendhung : Pemimpin harus berwibawa namun tidak menakutkan, nanti mendhung akan menjadi hujan dan memberi anugerah yang menyenangkan. Pemimpin harus berwibawa dan berwibawa tidak perlu menakutkan. 
  6. Ambeging Geni : Pemimpin mampu memberantas kejahatan, mampu menegakkan hukum, kalau salah dibasmi, kalau menyusahkan disingkirkan. 
  7. Ambeging Banyu/ Samudro : Simbol dari keluasan, kesabaran, kesabaran, dan siap menampung segala hal. Pemimpin harus bisa momong semua rakyatnya, menampung berbagai permasalahan rakyatnya. Sebagaimana laut dia akan menjadi muara terakhirnya semua aliran air sungai-sungai dan dia siap menampung apapun yang datang dan hadir. Dia luas, tangguh dan sabar. 
  8. Ambeging Bumi : Pemimpin harus kuat dan tangguh meskipun diinjak injak, meskipun angakara murka diatasnya dia sanggup serta membalasnya dengan kesehjateraan kepada manusia diatasnya, juga sebagai simbol manusia diatasnya sebagai rakyat yang harus berada diatas. Karena diatas pemimpin adalah rakyat. 


DHARMA PEMIMPIN 

Kewajiban seprang pemimpin menurut Serat Pramayoga Oleh Raden Ngabei Ranggawarsita


  1. Hanguripi : Pemimpin harus bisa mewujudkan, mendorong kehidupan yang layak bagi rakyat yang dia pimpin. 
  2. Hangrungkepi : Seorang pemimpin harus berani berkorban, tidan mencari selamat sendiri dan enaknya sendiri. 
  3. Hangruwat : Seorang pemimpin harus mampu memberantas masalah, menyelesaikan konflik dan problem. 
  4. Hanata : Seorang pemimpin harus bisa mengatur. Menata. Membuat tertib. 
  5. Hamengkoni : Seorang pemimpin harus bisa memangku, memberikan bingkai, agar masyarakat yang dia pimpin rukun dan bersatu. 
  6. Hangayomi : Pemimpin harus memberi perlindungan.
  7. Hanguribi : Pemimpun harus bisa menyalakan dan membangkitakn semangat rakyat yang dia pimpin. 
  8. Hamemayu : Seorang pemimpin harus bisa menjaga harmoni dan ketentraman rakyatnya. 


NASEHAT KEPEMIMPINAN WEDHATAMA 


ETIKA PEMIMPIN

  1. Selalu ingat dan waspada (eling Ian waspada).

Orang jangan sampai 'berobat sesudah terluka' (atetamba yen wus bucik). Yang demikian itu, meskipun orang mempunyai pengetahuan, tetapi tidak ada gunanya.


  1. Setiap orang orang menghindari sifat-sifat angkara dan perbuatan nista (awya mematuh nalutuh).

Sifat angkara itu suka mencaci maki tapa isi, asalkan marah-marah (kareme anguwus-uwus, uwose tan ana, mung janjine muring-muring) dan kemarahannya dilampiaskan untuk memukul orang lain.


  1. Serat Wedhatama mengajarkan agar orang jangan sampai bertindak kurang sopan santun dalam pertemuan, sehingga memalukan (gonyak-ganyuk nglelingsemi).

Demikian juga, jangan bertindak semaunya sendiri (nggugu karepe priyangga). Sifatnya, jika berbicara tapa dipikirkan lebih dahulu, tidak mau dianggap bodoh, dan mabuk pujian.

Orang harus dapat menempatkan diri (troping angganiralmnel dan mematuhi tatanan negara (angger ugering keprabon).


  1. Orang yang baik budinya it biasanya pandai bergaul dengan berbagai kalangan (bangkit ajur ajer).

Meskipun pengetahuannya benar dan berbeda dengan pendapat orang lain, ia bersikap baik, sekedar untuk menyenangkan hati orang lain (mung ngenaki tyasing lyan).

Oleh karena itu kadang kala ia berpura-pura bodoh (den bisa mbusuki ujaring janmi).

Orang yang bilaksana akan menanggapi orang yang dungu dengan Cara yang halus (sinamun ing samudana) dan baik (sesadon ing adu manis).


  1. Jangan berperilaku seperti perilakunya orang yang dungu, yang bualannya tidak karan dan tidak masuk akal (ngandhar-andhar angendhukur, kandhane nora kaprah).

Orang yang dung itu suka sombong (anggung gumrunggung) dan ingin dipuji setiap hari (ugungan sedina-dina).

Orang yang picik pengetahuannya, namun sombong, watakya tampak ketika bertutur kata, tak mau kalah (lumuh asor kudu unggul), dan meremehkan orang lain (sumengah Sesongaran). 


  1. Contohlah perilaku utama, bagi manusia Nusantara, orang besar dari Ngeksiganda (Mataram), Panembahan Senopati, yang tekun, mengurangi hawa nafsu, dengan jalan prihatin, serta siang malam selalu berkarya membuat hati tenteram bagi sesama (Bait Sinom).
  1. Dalam setiap pergaulan, membangun sikap tahu diri. Setiap ada kesempatan, Di saat waktu longgar, mengembara untuk bertapa, menggapai cita-cita hati, hanyut dalam keheningan kalbu. Senantiasa menjaga hati untuk prihatin, dengan tekad kuat, membatasi makan dan tidur (Bait Sinom).
  1. Ilmu itu dapat kita peroleh melalui laku. Dimulai dengan kas. Maksudnya kas adalah memberi kekuatan, kekokohan; serta harus teguh dalam melawan angkara murka (Bait Pucung).
  1. Salahnya sendiri yang tidak mengerti, paugeran orang hidup itu demikian seyogyanya. Hidup dengan tiga perkara; Wirya/Keluhuran, arta/kemakmuran, winasis/ ilmu pengetahuan. Bila tak satu pun dapat diraih dari ketiga perkara itu, habis lah harga diri manusia. Lebih berharga daun jati kering, Akhirnya mendapatlah derita, jadi pengemis dan terlunta (Bait Sinom).
  1. Di zaman nanti, anak muda bila mendapat petunjuk nyata, tidak pernah dijalani, Hanya menuruti kehendaknya, Kakeknya akan diajari, dengan mengandalkan gurunya, yang dianggap pandita negara yang pandai, serta sudah menguasai makrifat (Bait Sinom).
  1. Belum cakap ilmu Buru-buru ingin dianggap pandai. Tercemar nafsu, selalu merasa kurang, dan tertutup oleh pamrih, sulit untuk manunggal pada Yang Mahakuasa (Bait Pucung).
  1. Ilmunya sebatas mulut, Kata-katanya di gaib-gaibkan, Dibantah sedikit saja tidak mau, mata membelalak alisnya menjadi satu, Bukankah yang seperti it pandita palsu,..anakku ? (Bait Kinanthi).


TRIPAMA : TIGA KSATRIA TELADAN

  1. Bambang Sumantri/ Patih Suwanda (Guna-Kaya-Purun) :
  2. Kumbakarna (Cinta Tanah Air) :
  3. Adipti Karna (Kesetiaan dan Keteguhan) : 

Demikianlah ajaran prinsip falsafah kepemimpinan jawa yang berhasil kami rangkum dadi gagasan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPPA) Mangkunegara Kaping IV. Semoga bisa kita semua meniru atau paling tidak mengamalkan sebagian tirakatan beliau yang telah sukses beliau susun dalam prinsip serta dalam bentuk laku kesehariannya. Jika terdapat kesalahan dalam penyusunan tulisan pada artikel ini saya pribadi memohon maaf. 
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Harlah PMII 64, Menelisik Gagasan Kepemimpinan ala Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegara IV

Trending Now