LUMAJANG | JATIMSATUNEWS - Sudah setahun lebih kita dihadapkan dengan kondisi yang cukup berbeda dari kondisi normal. Kondisi dimana tidak bisa leluasa berinteraksi dengan orang lain, tidak bisa bepergian dengan bebas tanpa takut ancaman serangan virus. Rasanya mematuhi protokol kesehatan sudah menjadi budaya hidup baru yang melekat.
Disaat seperti ini, tak jarang juga merasakan rindu dengan aktivitas lalu, rindu bercengkerama dengan orang-orang tersayang, sahabat dan lainnya. Yahh, mungkin salah satu cara untuk melepas rindu yaitu dengan menyelami kembali memori-memori silam. Ataupun bagi pecinta alam bisa juga melakoni perjalanan ke gunung, tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan.
Ranu Kumbolo, atau yang sering dikenal sebagai surganya Mahameru, mungkin tak asing bagi sebagian orang khususnya pecinta alam. Danau yang terletak pada ketinggian 2400 mdpl di Gunung Semeru ini memancarkan panorama alam yang sangat indah.
Untuk mencapai lokasi membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam dari Stasiun Kota Malang ke Ranu Pani (jarak tempuh sekitar 50 km). Sesampainya di Ranu Pani, pendaki membayar tiket di loket pembayaran. Pembelian tiket dilakukan secara online pada laman booking online, dan selama masa pandemi dibatasi hanya 1/3 dari kuota.
Setelah administrasi dan proses pembayaran selesai, pendaki diarahkan ke sebuah ruangan dimana ranger (istilah untuk penjaga taman nasional atau gunung) memberikan informasi dan arahan apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan ketika melakukan pendakian.
Selanjutnya trekking menuju Ranu Kumbolo membutuhkan waktu tempuh sekitar 4-6 jam tergantung kecepatan dan daya tahan perorangan atau tim. Terdapat 4 pos sebagai titik singgah, istirahat dan sebagainya selama perjalanan menuju Ranu Kumbolo. Keindahan alam sepanjang perjalanan menjadi obat penghilang lelah.
Sesampainya di Ranu Kumbolo, terdapat beberapa aturan yang harus dipatuhi. Seperti mendirikan tenda pada daerah yang telah ditentukan, tidak boleh mandi, mencebur, mencuci, dan membuang sampah di danau. Yang tentunya hal tersebut dilakukan untuk menjaga kelestarian alam. Tak kalah penting, harus menjaga tata krama kita karena tempat tersebut dianggap suci. Poin terakhir rasanya tidak hanya berlaku di daerah tersebut, melainkan dimanapun kita berada.
Bagi sebagian orang, mendaki gunung dilakukan untuk melepas rasa penat dari rutinitas sehari-hari. Ada juga yang dilakukan untuk menyembuhkan patah hati, mencari ketenangan, dan memang sekedar hobi. Disamping itu, ada juga yang menggap sebagai refleksi rasa syukur, dan melatih rasa kebersamaan dan saling peduli. Namun, terlepas apapun alasan itu tetaplah kita harus menjaga kelestarian alam. Selalu membawa turun sampah yang kita hasilkan, dan jangan merusak lingkungan. Salam Lestari!
Afifatul Khoirunnisak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?