Banner Iklan

Soal Kasus Viral Nenek Elina, DPD RI Cantik Lia Istifhama Ingatkan Bahaya Mafia Tanah dan Adu Domba Warga

Anis Hidayatie
28 Desember 2025 | 18.24 WIB Last Updated 2025-12-28T11:25:05Z

Viral Kasus Nenek Elina Jadi Alarm Kejahatan Sistemik, DPD RI Cantik Lia Istifhama Ingatkan Bahaya Mafia Tanah dan Adu Domba Warga

SURABAYA | JATIMSATUNEWS.COM: Kasus yang menimpa Nenek Elina Widjajanti (80), lansia yang viral setelah diusir secara paksa dari rumah yang telah lama ditempatinya, kembali menyentak kesadaran publik akan masih mengakarnya praktik mafia tanah di Indonesia. Peristiwa ini dinilai bukan sekadar sengketa kepemilikan, melainkan kejahatan sistemik yang kerap menyasar warga kecil dan kelompok rentan.

Menyikapi kasus tersebut, Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Lia Istifhama, menegaskan agar masyarakat tidak terjebak dalam konflik horizontal. Menurutnya, mafia tanah kerap memainkan skenario adu domba antara korban dengan pihak yang mengaku sebagai pembeli, sementara aktor utama justru berlindung di balik dokumen dan proses hukum.

“Yang perlu digarisbawahi adalah siapa dalang atau otak dari kejahatan ini. Ada pengusiran, lalu ada pihak yang mengaku membeli rumah. Pertanyaannya, mengapa pemilik rumah tidak merasa menjual, tapi ada yang merasa membeli? Di sinilah mafia tanah bekerja,” tegas DPD RI Cantik Lia Istifhama, yang akrab disapa Ning Lia.

Senator Jatim yang juga dikenal sebagai Wakil Rakyat Terpopuler dan Paling Disukai Masyarakat versi ARCI itu menilai, kasus Nenek Elina hanyalah satu dari sekian banyak peristiwa serupa yang terjadi di berbagai daerah, namun tidak semuanya mendapatkan perhatian publik.

“Ada banyak ‘Nenek Elina’ lain di luar sana. Ini persoalan sistemik yang harus menjadi atensi bersama. Jangan sampai masyarakat justru diadu domba, sementara aktor intelektualnya bebas,” ujarnya.

Putri KH Maskur Hasyim tersebut juga mengingatkan publik agar tidak mudah terpancing emosi. Ia menilai, mafia tanah kerap memanfaatkan situasi dengan menempatkan warga saling berhadapan, sehingga fokus penanganan bergeser dari pelaku utama.

“Fokus kita harus pada pelaku sebenarnya: siapa yang menyuruh pengusiran, siapa yang mengaku membeli, dan apakah transaksi itu dilakukan secara sah, jujur, serta sesuai hukum,” tegas alumnus doktoral UIN Sunan Ampel Surabaya itu.

Pengalaman pribadi turut memperkuat sikap Ning Lia. Ia mengungkapkan, keluarga besarnya pernah terjerat kasus serupa, di mana transaksi yang diklaim sebagai jual beli tanah dan bangunan ternyata hanyalah pinjam-meminjam uang dengan jaminan sertifikat.

Kasus tersebut telah diuji hingga tingkat kasasi. Dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 3943 K/Pdt/2023, MA menegaskan bahwa Akta Pengikatan Jual Beli (APJB) dan Kuasa Menjual bukan bukti jual beli, melainkan bagian dari konstruksi utang-piutang dengan jaminan. Bahkan, dalil penggugat dinilai kabur dan tidak koheren.

Dalam perkara SHM Nomor 1989, tergugat juga tidak pernah menerima uang, tidak ada serah terima kunci, tidak ada penguasaan fisik objek, dan rumah tetap ditempati sebagai satu-satunya tempat tinggal keluarga. Pola ini, menurut Ning Lia, memiliki kemiripan kuat dengan kasus Nenek Elina.

“Kalau benar jual beli, mengapa rumah tidak ditempati pembeli? Mengapa pemilik sah masih tinggal, lalu justru diusir?” tandasnya.

Atas dasar itu, DPD RI Cantik Lia Istifhama mendorong aparat penegak hukum untuk menindak mafia tanah dari hulunya, termasuk menelusuri peran oknum perantara, dugaan penyalahgunaan akta, hingga rekayasa transaksi.

“Ini bukan sekadar soal sengketa tanah, tapi soal keadilan sosial dan kemanusiaan. Negara harus hadir melindungi warga rentan, terutama lansia dan masyarakat kecil. Jangan sampai hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, kasus Nenek Elina di Dukuh Kuwukan, Kelurahan Lontar, Surabaya, menjadi sorotan publik setelah rumah yang ia tempati sejak 2011 diratakan secara paksa. Pengusiran dilakukan oleh puluhan orang setelah seorang pria bernama Samuel mengklaim telah membeli tanah dan bangunan tersebut dari pihak lain bernama Elisa.

Akibat pengusiran itu, Nenek Elina mengalami luka di wajah, bibir, dan lengan. Harta benda serta dokumen penting dilaporkan hilang atau hancur. Peristiwa ini menuai kecaman luas, mulai dari Wakil Wali Kota Surabaya Armuji hingga Wali Kota Eri Cahyadi yang mendesak pembuktian kepemilikan secara hukum.

Saat ini, Polda Jawa Timur tengah mendalami kasus tersebut. Sementara itu, Nenek Elina terpaksa tinggal sementara di sebuah rumah kos di kawasan Balongsari, Surabaya. (*)


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Soal Kasus Viral Nenek Elina, DPD RI Cantik Lia Istifhama Ingatkan Bahaya Mafia Tanah dan Adu Domba Warga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now