Pejuang halal : PS Halal UMM Mengawal Sertifikasi Halal Dapur Hotel dan Rumah makan bersama MUI Batu Jatim
(Tim MUI- Halal UMM : Prof.Dr.Ir. Elfi Anis Saati, MP)
ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM: Kegiatan halal makin marak dimana-mana, termasuk lembaga yang berwewenang memberikan fatwa halalnya yaitu MUI (majeli Ulama Indonesia), khususnya wilayah Kota Batu, jawa Timur, yang diketuai oleh KH. Abdullah Tohir. Karena Kota batu termasuk tujuan wisata halal yang penting, maka sudah seyogyanya gotong royong bersama menciptakan ekosistem halal menjadi tujuan bersama. Menggandeng dunia akademis yang juga mempunyai lembaga Pusat studi Halal atau Halal center seperti di UMM dan Dinas terkait yang seringkali bertugas mendampingi para UMKM untuk naik kelas, mengurus perijinan.
Pada hari Rabu (29/10/2025) MUI Kota Batu mengadakan kegiatan "Sosialisasi dan Akselerasi Sertifikasi Halal untuk Hotel dan Rumah Makan" yang digelar di Hotel Kota Batu,Jawa timur menghadirkan dua narasumber dari halal center Universitas dan praktisi bidang industri, yang punya pengalaman mendampingi para UKM kota batu dalam mengurus perijinan UKM naik kelas. Peserta sekitar 120 orang dari kalangan pengusaha/perwakilan dapur hotel, rumah makan/cafe dan UKM, amat antusias dengan maraknya pertanyaan menyertasi diskusi.
Pakar sekaligus Asesor Halal dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Prof. Dr. Ir. Elfi Anis Saati, M.P, menegaskan bahwa esensi dari sertifikasi halal melampaui sekadar pemenuhan aspek legal dan syariat. Menurutnya, mutu tertinggi produk halal justru terletak pada aspek intrinsik yang tidak terlihat, yaitu niat dan kejujuran dari produsen. "Bicara mutu halal, ada aspek yang tidak bisa dilihat oleh auditor, yaitu niat dan kejujuran. Itu Allah yang menyaksikan," ujar Prof. Elfi di hadapan para pelaku usaha perhotelan dan kuliner. "Jadi kalau kita memproduksi sesuatu, masak sambil berdoa. Niatkan karena Allah."
Ia menjelaskan, produk halal tidak hanya harus terbebas dari bahan haram, tetapi juga harus thayyib atau baik. Konsep kebaikan ini, menurutnya, mencakup gizi holistik, di mana proses pengolahan yang diiringi dengan niat baik akan menghasilkan produk yang membawa keberkahan dan bahkan menjadi healing food (makanan penyembuh).
Menjawab Keraguan dan Tantangan Global
Prof. Elfi juga menjawab keraguan yang sering muncul di kalangan pengusaha mengenai urgensi sertifikasi halal. Ia menanggapi pertanyaan klasik, "Ngapain urus sertifikat halal, kok tidak sertifikat haram saja?"
"Di Indonesia sudah ada undang-undang sejak tahun 90-an yang mewajibkan produsen mencantumkan label jika menggunakan babi. Tapi kira-kira dipatuhi tidak? Hanya kurang dari satu persen. Karena itulah masyarakat muslim galau," jelasnya.
Menurutnya, sertifikasi halal hadir sebagai solusi untuk memberikan ketenangan jiwa bagi konsumen. Kepercayaan ini bahkan meluas ke konsumen non-muslim yang menganggap label halal sebagai jaminan mutu, kebersihan, dan kualitas tertinggi.
Di sisi lain, Prof. Elfi mengingatkan tentang tantangan persaingan global yang semakin ketat. Ia mengungkapkan bahwa belasan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dari luar negeri, seperti Thailand, Jerman, hingga Prancis, telah mendaftar dan lolos akreditasi untuk beroperasi di Indonesia.
"Apakah kita mau dibanjiri produk impor mereka? Jangan sampai kita dijajah oleh produk impor. Maka, kita harus berjuang membumikan produk halal dalam negeri," tegasnya.
Untuk itu, ia mendorong para pelaku usaha untuk memaksimalkan penggunaan bahan baku lokal, sesuai dengan anjuran Rasulullah untuk memanfaatkan sumber daya terdekat. Langkah ini dinilai tidak hanya lebih efisien secara biaya, tetapi juga dapat memperkuat kemandirian pangan nasional.
Inovasi dan Keunikan Produk
Sebagai praktisi yang produk olahan mawarnya pernah meraih penghargaan halal dunia di Malaysia (tahun 2011), Prof. Elfi mengajak para pengusaha untuk menciptakan keunikan dan nilai tambah pada produk mereka. Misal produk fungsional, miliknya dibranding minuman kaya antioksidan (dari bunga mawar plus), maka nukti riset dan pengujian laboratorium juga harus dilakukan dan disertakan pada label produk. Hal ini akan menjadi nilai tambah bagi konsumen yang sudah sadar kesehatan. Begitu juga para wisatawan asing, makin menyadari/percaya bahwa produk yang telah bersertifikat halah itu sudah lebih higienis proses produksinya. "Jangan sama saja dengan produk lain yang suah ada (ojo podo wae karo produke kancane). Ciptakan branding yang unik, berkualitas," katanya.
Ia memberi contoh, kekayaan alam Kota Batu seperti bunga mawar bisa diolah menjadi antioksidan untuk campuran kopi dan susu. Sementara itu, bubuk bayam merah dapat digunakan sebagai suplemen zat besi, dan kulit buah naga sebagai pewarna alami pengganti karmin yang diimpor.
"Indonesia adalah negara nomor dua terkaya di daratan dan nomor satu di lautan. Kekayaan alam ini harus kita manfaatkan untuk menciptakan produk unggulan daerah," pungkasnya.
Bp Yossi,Hendrawan, S.ST. sebagai perwakilan Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) Kota Batu menegaskan bahwa jaminan produk halal tidak hanya berhenti pada produk akhir yang disajikan kepada konsumen. Menurutnya, integritas kehalalan harus dipastikan di seluruh rantai pasok, mulai dari bahan baku hingga proses distribusi.
"Halal itu tidak hanya makanan jadinya saja. Halal itu harus dipastikan dari hulu ke hilir. Dari peternakannya, rumah potongnya, hingga distributornya," ujar Yossi. Bapak Yossi menjelaskan, tren pasar halal kini berkembang pesat, didorong oleh populasi muslim yang mencapai 26 persen di dunia dan mayoritas di Indonesia. Ia menyebut, konsumen saat ini semakin cerdas dan kritis dalam memilih produk, di mana label halal seringkali diasosiasikan dengan kualitas dan kebersihan yang tinggi, bahkan bagi konsumen non-muslim. Menurutnya, pemahaman mengenai produk halal perlu diperluas, karena tidak hanya mencakup makanan dan minuman. Ia memberikan contoh konkret yang sudah ada di Kota Batu.




Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?