Banner Iklan

MELAJU: Jalan Baru Pembangunan Indonesia Menuju Net-Zero Emissions 2060

Admin JSN
31 Oktober 2025 | 09.01 WIB Last Updated 2025-10-31T05:20:44Z

 

Source: kemenkoinfra.go.id

ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM - Terhembus kabar baik di awal tahun 2025 ketika Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyampaikan terkait adanya kerjasama pembangunan antara Indonesia dan Inggris. Kerjasama ini menghasilkan program yang diberi nama MELAJU (Melanjutkan Kerja Sama Pembangunan Indonesia–Inggris). Banyak pihak yang menyambut program ini sebagai bukti bahwa kedua negara memiliki hubungan yang kuat dan memiliki komitmen yang sama khususnya pada aspek pembangunan yang berkelanjutan.

Kerjasama ini menarik bila dilihat dari kacamata “World System Theory” yang dikembangkan oleh sosiolog berkebangsaan Amerika, Immanuel Wallerstein. Menurut Wallerstein, teori ini memandang dunia bukan sebagai kumpulan negara yang setara, melainkan dunia dibagi menjadi tiga kategori :

1. Core (inti), merupakan negara-negara maju yang memiliki ekonomi kuat, teknologi canggih, dan pengaruh politik yang besar sebagai contoh seperti negara Amerika Serikat, Jerman, Jepang.

2. Semi-Periphery (Semi-pinggiran), merupakan negara-negara yang sedang berkembang, memiliki ekonomi yang relatif kuat, tetapi masih bergantung pada negara-negara core sebagai contoh seperti negara Brazil, Tiongkok, India.

3. Periphery (pinggiran), merupakan negara-negara yang kurang berkembang, memiliki ekonomi yang lemah, dan sangat bergantung pada negara-negara core sebagai contoh seperti banyak negara di Afrika dan Asia Tenggara.

Teori Sistem Dunia ini membantu kita memahami struktur ekonomi dan politik global, serta bagaimana negara-negara berinteraksi dan berpengaruh satu sama lain. Dalam konteks ini, Inggris berada di posisi “core”, sementara Indonesia masih berada di antara semi-periphery dan periphery.

Era Modernisasi atau Ketergantungan Baru?

Source : kemenkoinfra.go.id

Secara resmi, MELAJU mendukung perubahan Indonesia menuju jalur pertumbuhan 2060. Pertumbuhan ini diharapkan netral dari karbon, adil, menyeluruh dan memiliki dampak yang positif bagi alam. Program ini mendukung akses penuh terhadap infrastruktur hijau, energi bersih, serta teknologi netral karbon. Hal tersebut sejalan dengan tujuan Indonesia dalam aspek pembangunan. Inggris menyalurkan dana, tenaga ahli, dan teknologinya ke Indonesia melalui beberapa lembaga seperti FCDO (Foreign, Commonwealth and Development Office) dan British Council.

Dipandang sekilas, kerja sama ini terlihat ideal bagi kedua negara. Inggris mendapatkan mitra strategis di Asia Tenggara yang dapat memperkuat pengaruh geopolitiknya pasca-Brexit, sedangkan Indonesia mendapatkan pendanaan, transfer ilmu, dan jaringan internasional. Namun, bila ditelaah lebih lanjut menggunakan World System Theory, hubungan seperti ini seringkali menimbulkan struktur ketergantungan. Hal itu dikarenakan negara pusat (core) tidak hanya menawarkan bantuan, tetapi juga memunculkan dominasi teknologi dan ekonomi melalui alur kerja sama yang terlihat “netral”. Mekanisme yang mungkin terjadi adalah negara Indonesia hanya dijadikan pasar penerapan, yang mana Indonesia bukan produsen utamanya, sehingga memerlukan impor teknologi energi hijau yang tetap berasal dari perusahaan-perusahaan Inggris.

Bentuk baru dari ketimpangan global yang halus (soft dependency) dapat dikatakan terjadi pada kerja sama seperti MELAJU. Ketika Inggris membantu Indonesia dalam kerja sama energi, Indonesia memanfaatkan hal itu untuk belajar mengolah energi rendah karbon dari Inggris. Namun transfer teknologi yang diperlukan seringkali terbatas. Selain itu, korporasi global dari negara pusat masih mengendalikan keputusan investasi yang akan diambil. Sesuai dengan pandangan Wallerstein, sistem ini membuat negara Indonesia tidak bisa benar-benar lepas dari struktur global yang telah diciptakan oleh negara pusat. Pembangunan tetap terlaksana, tetapi dalam skema yang menguntungkan pihak core.

Menuju Pembangunan yang Lebih Setara

Melalui MELAJU, pemerintah berusaha untuk memanfaatkan posisi negara semi-periferalnya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih adil lewat jalan negosiasi, seperti melakukan riset bersama yang setara, mengedepankan alih teknologi nyata, serta investasi yang menguatkan ekonomi masyarakat lokal. Jika Indonesia mampu memperkuat kapabilitas domestik dan menentukan arah pelaksanaan program, maka MELAJU dapat menjadi strategi keluar dari ketergantungan pada struktural. Namun bila gagal, program ini dapat dikatakan sebagai contoh “development of underdevelopment” seperti yang sudah di jelaskan oleh Wallerstein, dimana pembangunan justru memperburuk ketimpangan yang sudah ada. 

Source : kemenkoinfra.go.id

World System Theory telah menyebutkan secara tegas bahwa tidak ada yang benar-benar netral di suatu kerja sama lintas negara, di dalamnya selalu ditemukan adanya dinamika ekonomi, pengetahuan hingga kekuasaan yang terlibat. Memastikan bahwa MELAJU benar-benar menjadi jalan yang tepat untuk kemajuan bersama merupakan tantangan Indonesia saat ini, agar tidak kembali melanjutkan pola lama, yaitu pembangunan di pinggiran yang dikendalikan oleh negara pusat pemberi bantuan.



Penulis : Rizza Lailavega (Mahasiswi Hubungan Internasional UPN “Veteran” Jawa Timur)

Sumber : Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, FCDO UK, UK MELAJU dan laporan media 2024–2025.


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • MELAJU: Jalan Baru Pembangunan Indonesia Menuju Net-Zero Emissions 2060

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now