![]() |
| Ratusan ribu pengungsi Sudan berkumpul di pusat transit UNHCR di Renk, Negara Bagian Upper Nile, Sudan Selatan/ foto oleh: UNHCR/Samuel Otieno |
ARTIKEL | JATIMSATUJEWS.COM - Lebih dari satu dekade berada dalam konflik, perang saudara di Sudan memuncak pada tahun 2023. Berawal dari ketegangan antar etnis, konflik di Sudan meluas menjadi perang saudara yang diakibatkan oleh diskriminasi dan kesenjangan politik, ekonomi, pendidikan, dan budaya diantara berbagai kelompok, serta diperburuk dengan adanya perebutan kekuasaan antara pemerintahan sipil dengan militer di Sudan. Perang saudara ini mengakibatkan krisis di Sudan sebagai salah satu bentuk krisis kemanusiaan terbesar di dunia dengan hampir setengah dari populasi penduduk di negara tersebut membutuhkan bantuan kemanusiaan (Government Offices of Sweden, 2024). Krisis kemanusiaan tersebut mencakup kelaparan ekstrem, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), serangan brutal dan kekerasan seksual terhadap perempuan, pengungsian jutaan orang yang terlantar baik di dalam dan luar negeri, serta puluhan ribu korban jiwa akibat konflik yang berkelanjutan. Dilansir dari OCHA, tercatat 24,8 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan di Sudan, yang tergolong dari 47,8% anak-anak, 47% orang dewasa, 25,8% perempuan, 15% disabilitas, dan 5,5% lansia (OCHA, 2023).
Dalam menanggapi krisis kemanusiaan yang berkepanjangan tersebut, negara-negara di dunia kerap kali menyalurkan bantuan melalui organisasi-organisasi dan lembaga internasional sebagai bentuk empati dan kepedulian masyarakat internasional dalam situasi kemanusiaan di Sudan yang sangat memprihatinkan. Swedia, salah satu negara yang berkomitmen untuk mempertahankan solidaritas global menunjukkan aksinya dengan memberikan bantuan kepada Sudan sekitar 50 juta Krona Swedia (SEK) atau sekitar Rp. 88 miliar pada tahun 2024 dengan fokus utama bantuan kemanusiaan untuk anak-anak dan perempuan sebagai pihak yang rentan dalam krisis (Government Offices of Sweden, 2024).
Secara historis, Swedia dan Sudan memulai hubungan bilateral diplomatik pada tahun 1966 ketika Swedia membuka kedutaan besarnya di Khartoum, dan disusul oleh Sudan yang membuka kedutaan besarnya di Stockholm pada tahun 1968. Hubungan bilateral antara kedua negara tersebut terjalin secara luas, meliputi kerja sama pembangunan, ekonomi, sosial budaya, keterlibatan politik dan penyebaran demokrasi, pembangunan perdamaian negara, dan bantuan kemanusiaan (Government Offices of Sweden, 2024).
Dari berbagai kolaborasi dan kerja sama tersebut menunjukkan bahwa hubungan Swedia dengan Sudan telah lama terjalin dengan baik. Terlebih dalam kebijakan luar negerinya Swedia menempatkan HAM, kesetaraan gender, dan solidaritas global sebagai prioritas utama sehingga krisis di Sudan menjadi salah satu tanggung jawab moral dalam memberikan dukungan bagi para korban kekerasan HAM dan memerangi bencana kelaparan khususnya bagi anak anak dan perempuan (Sweden Jakarta, 2024).
Dilansir dari data resmi milik (Openaid, 2025), bantuan yang diberikan oleh Swedia disalurkan melalui organisasi multirateral di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan fokus utama penyebaran bantuan untuk anak dan perempuan, meliputi UNICEF dalam upaya perlindungan anak, UN OCHA untuk koordinasi kemanusiaan, UNHCR untuk pengungsi, dan UNFPA dalam menjamin kesehatan dan kesejahteraan perempuan, serta UN Women untuk mendukung kesetaraan gender dan pemberdayaan ekonomi perempuan di Sudan.
Berbagai jenis bantuan yang disalurkan menunjukkan adanya pola yang konsisten dari arah kebijakan Swedia dalam menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan kesetaraan sesuai dengan dasar poltik luar negerinya. Namun, sebagai salah satu pendonor tradisional yang sejak lama menjadi penyedia bantuan internasional, apakah bantuan kemanusiaan yang masif dilakukan oleh Swedia kepada Sudan murni atas dasar empati dan norma global dalam menanggapi krisis kemanusiaan akibat kejahatan perang?
Bantuan kemanusiaan Swedia ke Sudan memang memberikan dampak nyata bagi para korban terdampak krisis, transparasi dan akuntabilitas tinggi juga menjamin komitmen berkelanjutan dari Swedia dalam menjaga norma dan etika internasional. Tetapi di sisi lain, pengalokasian bantuan melalui lembaga internasional berperan sebagai instrument soft power dalam membangun pengaruh dan reputasi positif untuk memperkuat citra Swedia. Tidak hanya sebagai pendonor tradisional yang aktif, Swedia juga mempertegas posisi dan memperluas jaringan diplomasi di kancah global. Pada akhirnya, bantuan luar negeri Swedia kepada Sudan mencerminkan realitas diplomasi modern, dimana kepentingan bertemu dengan norma dan empati dalam satu tujuan: kemanusiaan.
References
Government Offices of Sweden. (2024, October 28). SEK 50 million in humanitarian assistance to Sudan. Retrieved from Government Offices of Sweden Web Site: https://www.government.se/press-releases/2024/10/sek-50-million-in-humanitarian-assistance-to-sudan/
Government Offices of Sweden. (2024, August 29). Sweden’s support to the civilian population in crisis-affected Sudan. Retrieved from Government Offices of Sweden Web Site: https://www.government.se/articles/2024/08/swedens-assistance-to-the-civilian-population-in-crisis-affected-sudan/
OCHA. (2023, December 21). Sudan Humanitarian Needs and Response Plan 2024: At a Glance. Retrieved from OCHA Web Site: https://humanitarianaction.info/plan/1188/document/sudan-humanitarian-needs-and-response-plan-2024/article/glance-4
Openaid. (2025, October 02). Explore Aid: Sudan 2024. Retrieved from Openaid Web Site: https://openaid.se/en/contributions?year=2024&recipient=SD
Sudan Embassy. (1968, January 15). Sudan and Sweden. Retrieved from Sudan Embassy Web Site: https://www.sudanembassy.se/sudan-sweden/
Sweden Jakarta. (2024, October 18). Sweden's Support to Sudan. Retrieved from Sweden Jakarta Instagram: https://www.instagram.com/p/DBQNIIBKCL3/
Penulis : Eka Septiany Putri (Mahasiswi prodi Hubungan Internasional UPN "Veteran" Jawa Timur)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?