“Negeri ini sedang menghadapi kondisi darurat korupsi,” tegas Harun membuka materinya. Menurutnya, refleksi diri menjadi kunci penting bagi para pemimpin, khususnya di lingkungan perguruan tinggi, agar tidak terjerumus dalam lingkaran korupsi yang kini telah merambah berbagai lini kehidupan berbangsa dan bernegara.
Harun mengkritisi tajam kondisi penegakan hukum di Indonesia yang masih “tajam ke bawah, tumpul ke atas”. Fenomena tersebut, ujarnya, telah melahirkan praktik hukum yang amburadul dan terkesan acak-acakan. Ia menambahkan, keberadaan mafia peradilan semakin memperparah kerusakan sistem hukum sekaligus menggerogoti sendi-sendi demokrasi bangsa.
“Korupsi bukan sekadar merugikan negara secara materi, tetapi juga melemahkan integritas, kinerja, bahkan merusak mentalitas seorang abdi negara. Padahal, seorang pelayan publik semestinya menjadi pengabdi bagi masyarakat, bukan justru meminta untuk dilayani,” ungkapnya penuh penekanan.
Paparan Harun seakan menjadi cermin bagi 143 pimpinan UIN Malang yang hadir dalam retret tersebut. Ia mengingatkan bahwa kualitas kepemimpinan sejati terletak pada keberanian menjaga integritas dan menegakkan nilai kejujuran di tengah arus godaan kekuasaan.
Dengan demikian, kehadirannya bukan sekadar memberi materi, tetapi juga menggugah kesadaran kolektif agar dunia akademik mampu melahirkan generasi pemimpin yang berkarakter kuat, bebas dari praktik korupsi, dan berkomitmen penuh terhadap tegaknya keadilan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?