Harmoni Sosial dan Kedaulatan Pangan : Jalan Desa Menuju Indonesia Sejahtera
MALANG | JATIMSATUNEWS.COM: Desa Brongkal, Jawa Timur- Gawa Lelaku Community dan Kopri PC PMII Kab Malang menggelar pengabdian Masyarakat di Desa Brongkal Jawa Timur tengah menjalankan inisiatif besar untuk memperkuat ketahanan pangan lokal. Bersama dengan Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Malang (UNISMA) dan Direktur Gawa Lelaku, Dr. Khoiron S.AP., M.IP., bersama Dosen FISIP UNIRA Malang, Dafis Ubaidillah Assiddiq, S.IP., M.IP., menunjukkan bahwa harmoni sosial dan kedaulatan pangan bisa jadi jalan menuju kesejahteraan desa yang berkelanjutan.
Kedua narasumber merupakan ujung tombak dari inisiatif ini, dengan latar belakang akademik yang kuat dalam bidang politik dan pengabdian masyarakat.
Dr. Khoiron menekankan bahwa, “rusaknya negara dimulai dari rusaknya rakyat, yang akhirnya bermula dari kepemimpinan yang tidak sehat. Kami harus pilih pemimpin yang tahu nilai-nilai keberlanjutan, bukan hanya yang rajin pakai gadget.”
Sementara itu, Dafis mengajak generasi muda untuk kembali menjadi petani sejati.
“Apakah generasi penerus kita mau menanam? Kalau tidak, siapa yang akan memastikan desa tidak jadi kota?”
Desa Brongkal kini telah menerapkan sistem ketahanan pangan berbasis ayam petelur sebagai solusi ekonomi dan pangan lokal. Melalui pengelolaan lahan yang efisien dan kolaborasi masyarakat, desa ini tidak lagi hanya mengandalkan beras impor atau belanja pangan di pasar, melainkan mampu memenuhi kebutuhan pangan dasar bagi keluarga-keluarga di sana.
“Kita mulai dari hal sederhana: menanam padi, beternak ayam petelur, dan menjaga sawah. Ini adalah bentuk ‘numbuk’ memenuhi kebutuhan sendiri sebelum berpikir untuk jual,” jelas Dafis Ubaidillah, yang menekankan pentingnya kembali ke pola hidup yang lebih bijak dan berkelanjutan.
Namun, permasalahan bukan pada ketersediaan pangan, melainkan pada keberlanjutan dan kesadaran masyarakat.
“Sawah dijual untuk pabrik, padahal itu jantungnya ketahanan pangan,” tegas Dafis.
Kedua narasumber meminta agar pemerintah membuat peta potensi desa-desa berbasis ketahanan pangan, agar sumber daya alam dapat dikelola secara bijak. Kolaborasi antara desa dan universitas menjadi jembatan utama. Mahasiswa KKN, misalnya, dipandu untuk membantu masyarakat dalam digitalisasi jualan pangan secara online.
"Ini bukan pelatihan satu hari, tapi butuh konsistensi dan keberlanjutan," jelas Dafis. Dari hasil uji coba, penjualan pangan lokal mulai berkembang melalui platform digital menjadi contoh nyata bahwa teknologi bisa mendukung kedaulatan pangan, bukan menggantinya.
Dalam era krisis pangan global dan kecenderungan urbanisasi, desa Brongkal menunjukkan bahwa solusi bukan hanya datang dari pemerintah pusat, melainkan dari inisiatif lokal yang didukung oleh kolaborasi akademik dan masyarakat. Ini adalah bentuk kedaulatan pangan yang sejati di mana masyarakat mampu memilih, memproduksi, dan menjaga kebutuhan pangan mereka sendiri.
Dengan kerja sama yang kokoh antara akademisi, pemerintah desa, dan masyarakat, desa Brongkal menjadi bukti bahwa harmoni sosial dan kedaulatan pangan adalah kunci menuju Indonesia yang lebih sejahtera—dari bawah, oleh rakyat, untuk rakyat



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?