Banner Iklan

Anak dan Gadget: Bijak Membatasi, Cerdas Mendampingi

M. Kholilur Rohman
30 September 2025 | 18.09 WIB Last Updated 2025-09-30T11:09:15Z

 

Penulis: Fatma Riani 
(Mahasiswa Magister Psikologi Universitas Airlangga)

ARTIKEL | Di era digital saat ini, pemandangan anak-anak yang sibuk dengan gadget sudah menjadi hal yang biasa. Dari balita hingga remaja, banyak yang sudah akrab dengan layar gadget, baik menonton video, bermain game atau bahkan belajar. Orang tua pun sering memberikan gadget kepada anak sebagai cara praktis agar anak tenang, sementara orang tua dapat beraktivitas dengan nyaman. 

Berdasarkan data Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat (2023), terdapat 32,17% anak usia dini yang mengakses internet dan 38,92% menggunakan telepon seluler. Berdasarkan kategori usia, data Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat (2023) menunjukkan data sebagai berikut: a) anak berusia kurang dari 1 tahun: 4,28% mengakses internet dan 6,78% menggunakan telepon seluler; b) anak berusia 1-4 tahun: 30,24% mengakses internet dan 36,29% menggunakan telepon seluler; dan c) anak berusia 5-6 tahun: 47,01% mengakses internet dan 56,90% menggunakan telepon seluler. 

Data tersebut mengindikasikan bahwa literasi digital pada orang tua sangat mendesak. Bukan hanya soal membatasi, tapi juga mengarahkan penggunaan gadget agar benar-benar mendukung tumbuh kembang anak dan bukan hanya sekadar “menenangkan anak” lewat ponsel. 

Di balik itu, terdapat dampak psikologis yang perlu diperhatikan. Penggunaan gadget yang berlebihan atau biasa disebut screen time yang berlebihan bisa memengaruhi perkembangan emosional, bahasa, perhatian, bahkan kemampuan sosial anak. Screen time pada anak-anak telah menjadi perhatian serius bagi para orang tua dan ahli kesehatan, karena dapat berdampak buruk pada berbagai aspek perkembangan anak (Madiganet al., 2019). 

Orang tua yang membebaskan anak bermain gadget tanpa aturan yang jelas, justru akan menghambat perkembangan anak dan berdampak buruk lainnya. Orang tua dengan Permissive Parenting Style : membiarkan anak melakukan apa yang di inginkan tanpa batasan yang jelas, akan cenderung memanjakan anak. Ingin anak tidak marah, anak bahagia sehingga memperbolehkan apa yang dimintanya. Aturan yang longgar ini membuat anak kurang disiplin, tidak terbiasa dengan batasan dan mudah terikat dengan gadget.

Lantas, Bagaimana cara orang tua mengatur screen time anak dengan bijak ? Berikut tips Praktis untuk Orang Tua: Mengatur Screen Time dengan Bijak

1. Tetapkan aturan waktu yang jelas

Orang tua perlu membuat aturan tegas tentang durasi penggunaan gadget. Misalnya, anak hanya boleh bermain gadget maksimal 1–2 jam sehari. Aturan ini sebaiknya disepakati bersama dan diterapkan secara konsisten, sehingga anak terbiasa dengan batasan waktu yang sehat.

2. Jadilah teladan bagi anak (Role Model)

Anak belajar dengan cara meniru. Jika orang tua sibuk dengan gadget saat bersama anak, anak pun akan menganggap itu hal yang wajar. Batasi juga screen time orang tua, terutama ketika bersama keluarga. Agar anak tidak meniru apa yang orang tua lakukan.

3. Arahkan pada konten yang positif.

Tidak cukup hanya membatasi waktu, orang tua juga perlu mendampingi anak dalam memilih tontonan atau aplikasi. Prioritaskan konten edukatif, kreatif, dan interaktif dibanding tontonan pasif. Bila perlu, aktifkan fitur khusus seperti YouTube Kids atau atur batasan usia pada aplikasi.

4. Sediakan aktivitas alternatif

Anak cenderung mencari gadget ketika tidak ada hal lain yang menarik. Untuk mengalihkan, ajak anak bermain, membaca buku, menggambar atau melakukan aktivitas fisik. aktivitas ini menjadi penyeimbang antara screen time dan kegiatan nyata

5. Bangun komunikasi yang hangat

Daripada melarang dengan marah, ajak anak berdiskusi tentang alasan aturan screen time dibuat. Dengan komunikasi yang baik, anak merasa dihargai dan lebih mudah memahami pentingnya aturan tersebut.

Mengelola screen time bukan berarti menjauhkan anak sepenuhnya dari teknologi. Justru, anak tetap perlu mengenal gadget sebagai bagian dari kehidupan modern. Bedanya, orang tua berperan memastikan penggunaannya tidak merugikan perkembangan anak. Ketika orang tua hadir, mendampingi dan memberi batasan, anak dapat belajar banyak hal positif dari gadget, seperti pengetahuan baru, kreativitas, bahkan keterampilan digital yang berguna di masa depan. Sebaliknya, tanpa pengawasan gadget dapat berubah menjadi ancaman yang merusak fokus, emosi, hingga relasi sosial anak.

Fenomena screen time berlebihan pada anak tidak dapat dilepaskan dari pola asuh orang tua. Berdasarkan teori pola asuh Baumrind, perilaku orang tua yang cenderung memberikan gadget tanpa batasan dapat dikategorikan sebagai Permissive Parenting Style: membiarkan anak melakukan apa yang di inginkan tanpa Batasan yang jelas. Orang tua lebih memilih cara praktis dengan membiarkan anak menggunakan gadget agar tenang, tanpa mempertimbangkan aturan atau konsekuensi jangka panjang.  

Disisi lain fenomena anak dan gadget adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari. Karena selain memberi dampak yang negatif, gadget juga bisa memberikan dampak yang positif. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan L. W. Rowe (2018) menemukan bahwa siswa bilingual menggunakan tablet untuk merekam dan berbagi e-book multibahasa. Hasilnya, tidak hanya kemampuan penerjemahan siswa yang didukung, tetapi siswa juga mampu membuat teks tertulis dwibahasa dan mengembangkan strategi untuk menerjemahkan teks satu sama lain secara efektif.  Orang tua tidak bisa serta-merta melarang anak menggunakan gadget, tetapi juga tidak boleh membiarkan tanpa kontrol. Kuncinya ada pada keseimbangan dengan orang tua hadir, mendampingi dan memberi batasan yang jelas.

Dengan pengasuhan yang hangat sekaligus tegas, gadget tidak lagi menjadi masalah, melainkan sarana yang membantu anak tumbuh sehat secara emosional, cerdas dan mampu bersosialisasi dengan baik.


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Anak dan Gadget: Bijak Membatasi, Cerdas Mendampingi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now