MALANG | JATIMSATUNEWS.COM: Dunia pendidikan di Kabupaten Malang kembali harus berhadapan dengan hukum. Seorang guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) Miftahul Huda Kromengan, Moh Subhan Zunaidi (42), resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pemukulan ringan terhadap muridnya sendiri, APA (11), yang terjadi pada 27 Agustus 2024 lalu.
Penetapan status tersangka terhadap Subhan dilakukan pada 5 Mei 2025. Meski demikian, guru asal Desa Kromengan, Kecamatan Kromengan itu belum ditahan dan hanya menjalani pemeriksaan tambahan pada Senin (13/5).
Pemeriksaan tersebut, menurut penasihat hukumnya Ritmayani Novitasari SH, hanya bersifat koreksi atas beberapa keterangan sebelumnya.
“Pemeriksaan kali ini untuk meluruskan data yang keliru.
Misalnya, panjang alat pemukul korban yang awalnya disebut 50 sentimeter, ternyata hanya 40 sentimeter. Juga soal nama korban yang sempat salah disebut karena klien kami lupa saat diperiksa,” terang Ritmayani.
Peristiwa ini bermula dari laporan dugaan penganiayaan terhadap APA. Menurut pengakuan Subhan, saat itu korban membuat gaduh dan berlarian di dalam kelas. Ketika ditegur, APA justru membalas dengan kata-kata kasar bahkan menulis kata Pak Subhan j***uk ditaruh di mejanya.
Subhan yang tak mampu menahan amarah, akhirnya memukul punggung muridnya dengan paralon ringan dan kecil.
Pihak kepolisian sebenarnya telah berupaya mendamaikan kedua belah pihak, namun keluarga korban menolak menyelesaikan kasus secara kekeluargaan.
“Sebenarnya dari awal kami berharap kasus ini bisa selesai secara damai. Bahkan kami menghadirkan saksi ahli pidana yang menyatakan perkara ini seharusnya bisa di-SP3,” ujar Ritmayani.
Namun, kengototan pelapor dan perbedaan pandangan antara saksi ahli dari kedua pihak membuat kasus ini terus bergulir hingga penetapan tersangka.
“Tidak ada niat jahat dari klien kami untuk menyakiti korban. Itu murni tindakan pendisiplinan. Bahkan saat ibu siswa membuat laporan, bekas pukulannya sudah nyaris hilang,” imbuhnya.
Kini, tim kuasa hukum Subhan masih berupaya menempuh jalur Restorative Justice (RJ) sebagai bentuk penyelesaian damai di luar pengadilan.
“RJ bisa ditempuh setelah berkas perkara dilimpahkan ke kejaksaan. Kami akan tetap berjuang agar kasus ini bisa selesai tanpa perlu naik ke pengadilan,” kata Ritmayani.
Sementara itu, awak media telah mencoba mengonfirmasi kasus ini kepada Kasat Reskrim Polres Malang, AKP Muchammad Nur. Namun hingga berita ini diturunkan, pesan konfirmasi yang dikirimkan belum mendapatkan jawaban.
Kasus ini menjadi catatan penting bagi dunia pendidikan, bahwa pendisiplinan guru terhadap siswa kini berada di bawah ancaman hukum yang semakin ketat.
"Anak memang harus dilindungi hak haknya mendapatkan pendidikan. Guru harus mengedepankan pendidikan yang ramah, sudah bukan jamannya lagi main tangan. Akan tetapi bila ada kasus sebaiknya tidak langsung ke ranah hukum, kita selesaikan kekeluargaan," ujar ketua LP Ma'arif Kabupaten Malang Prof. Amka
ans/fiqh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?