Sumenep, 25 Mei 2025
OPINI|JATIMSATUNEWS.COM - Sudah saatnya pemerintah Kabupaten Sumenep berhenti bersembunyi di balik janji manis dan pencitraan kosong yang menyesatkan publik. Kondisi lingkungan di Sumenep tidak hanya mengkhawatirkan, tapi sudah berada di titik kritis akibat kegagalan pengelolaan yang sistemik dan disengaja.
Sampah menumpuk seperti bom waktu, dengan volume mencapai 40–60 ton per hari, namun penanganannya tetap setengah hati. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Talang Duwek yang menjadi andalan, kini justru mencemari tanah dan air di sekitarnya. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dijanjikan nyaris tidak berjalan, padahal pendekatan berbasis ekonomi sirkular sudah terbukti lebih efektif di daerah lain.
Apa yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup? Apakah mereka sibuk menghitung anggaran atau hanya menunggu viral agar bisa bertindak? Ini bukan hanya kelalaian, ini adalah pengkhianatan terhadap rakyat yang harusnya dilindungi.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) hanya 11 persen dari total wilayah kota? Ini adalah kegagalan fatal. Idealnya, kota/kabupaten harus memiliki minimal 30 persen RTH sesuai amanat UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pemerintah membanggakan sertifikat Adipura, padahal itu hanyalah topeng untuk menutupi kehancuran lingkungan yang terjadi secara masif. Bukankah seharusnya pemerintah melindungi ruang hijau, bukan malah membiarkan alih fungsi lahan yang semakin brutal?
Tambang ilegal pasir dan batu kapur yang beroperasi tanpa kendali menjadi luka menganga di berbagai kecamatan seperti Batuputih, Dasuk, dan Pasongsongan. Ini bukan kesalahan alam, tapi kesalahan besar pemerintah yang membiarkan dan bahkan mungkin terlibat dalam pembiaran ini. Kerusakan ekologis yang ditimbulkan berdampak pada hilangnya mata air, longsor, dan kekeringan yang makin parah setiap tahun.
Bahkan lebih ironis, Sumenep yang dikenal sebagai kabupaten agraris dan maritim justru dikepung krisis ekologi. Sawah-sawah produktif dikonversi menjadi kawasan beton, sementara nelayan terus kehilangan zona tangkap akibat reklamasi dan pencemaran laut. Ekosistem pesisir rusak, terumbu karang mati, dan biota laut menghilang. Siapa yang bertanggung jawab atas matinya sumber penghidupan rakyat?
Air bersih dan sanitasi layak masih menjadi barang mewah bagi banyak warga, terutama di kepulauan. Berdasarkan data BPS, hanya sekitar 52 persen rumah tangga yang memiliki akses air bersih layak. Ironis, di tengah lautan, warganya kehausan. Apakah pemerintah sadar bahwa ketidakmampuan menyediakan kebutuhan dasar ini adalah tanda kemunduran yang memalukan? Ataukah mereka lebih memilih menghabiskan anggaran untuk kegiatan seremoni dan studi banding tanpa hasil?
Perubahan iklim juga sudah mulai terasa. Musim kemarau semakin panjang, dan musim hujan turun tidak menentu. Tetapi, adakah upaya adaptasi dan mitigasi dari pemerintah? Program penghijauan pun nyaris tidak terdengar, dan jika pun ada, hanya menjadi proyek musiman untuk pencitraan.
Kami menuntut agar pemerintah berhenti pura-pura tidak tahu dan segera bertindak dengan keberanian dan integritas. Jika tidak sanggup, mundurlah dan beri kesempatan pada yang mau dan mampu memperbaiki kerusakan ini. Jangan terus-terusan membodohi rakyat dengan retorika kosong dan janji tak jelas.
Kritik ini pedas dan keras karena memang sudah saatnya begitu. Lingkungan tidak bisa ditawar-tawar lagi, dan masa depan Sumenep bergantung pada keberanian untuk berubah sekarang juga. Jika pemerintah tetap bungkam dan abai, maka Gen-Z Sumenep dan seluruh elemen masyarakat akan turun tangan dengan cara yang lebih keras dan tak terbendung.
"Kami tidak akan diam ketika masa depan anak cucu kami dirampas oleh ketidakpedulian dan korupsi lingkungan. Ini bukan sekadar soal kebijakan, ini soal hak hidup yang dirampas," tegas Fadhlillah, S.H, Ketua DPC Gen-Z Sumenep yang selama ini konsisten mendampingi warga terdampak tambang, krisis air, dan konflik agraria di wilayah Sumenep.
Disampaikan oleh:
Fadhlillah, S.H
Ketua DPC Gen-Z Sumenep
#SelamatkanSumenep #LingkunganAdalahNyawa #TolakTambangIlegal #AirUntukRakyat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?