ARTIKEL| JATIMSATUNEWS.COM: Hampir dua dekade Indonesia menggembar-gemborkan jargon “rumah layak untuk semua,” namun kenyataannya masih banyak masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang hanya bisa memimpikan hunian sendiri.
Ironisnya, ketika kebijakan strategis seperti SKB 3 Menteri—yang mengintegrasikan aspek perumahan, tata ruang, dan perizinan—sudah tersedia, pelaksanaannya di daerah justru nyaris mandek.
Tentang hal tersebut Ketua DPRD APERSI (Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia) Jawa Timur H. Makhrus Sholeh menyampaikan bahwa data terbaru menunjukkan lebih dari 80 persen kota dan kabupaten di Jawa Timur belum menjalankan kebijakan rumah murah sesuai amanat SKB Tiga Menteri.
"Padahal, provinsi ini merupakan salah satu wilayah dengan backlog perumahan tertinggi di Indonesia," ucap H. Makhrus pada media beberapa waktu lalu saat menjamu ketua DPP APERSI Djunaidi Abdillah di kota Malang (9/5/2025).
Soal kewenangan stakeholder, Bendahara DPD APERSI Jatim Andy Harun Sayuti pada kesempatan yang sama menyebut Pemda setengah hati menjalankan SKB Tiga Menteri ini.
"Padahal jelas tertuang Pemda dan Pemkot
punya kewenangan melaksanakan," tegas Andy Harun.
SKB 3 Menteri (Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Keuangan) tentang subsidi rumah rakyat gratis BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) memiliki tujuan utama untuk meringankan beban biaya perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
SKB ini mengatur pembebasan BPHTB dan penghapusan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk perumahan MBR dalam rangka program 3 Juta Rumah.
Berikut adalah poin-poin penting dari SKB 3 Menteri:
1. Pembebasan BPHTB:
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dikenakan saat pembelian atau pembangunan rumah subsidi, kini dibebaskan sepenuhnya untuk MBR.
2. Penghapusan Retribusi PBG:
Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang biasanya dibebankan saat proses perizinan pembangunan rumah, juga dibebaskan bagi MBR.
3. Percepatan Perizinan PBG:
Proses perizinan PBG dipercepat dari maksimal 28 hari menjadi 10 hari.
4. Target Pembuatan Perda:
SKB ini akan ditindaklanjuti dengan pembuatan Peraturan Daerah (Perda) oleh pemerintah daerah untuk mengimplementasikan pembebasan BPHTB dan penghapusan retribusi PBG, dengan target selesai paling lambat Desember 2024.
5. Manfaat bagi Masyarakat:
Pembebasan BPHTB dan retribusi PBG, serta percepatan perizinan PBG diharapkan dapat menurunkan biaya pembangunan rumah dan memudahkan masyarakat dalam mendapatkan rumah subsidi.
Kegagalan ini bukan sekadar soal administrasi. Ia mencerminkan betapa rendahnya komitmen politik terhadap hak dasar warga: mendapatkan tempat tinggal yang layak.
Kepala daerah lebih sibuk mengejar proyek mercusuar yang tampak indah di media sosial, ketimbang menyelesaikan problem riil warganya.
Padahal, SKB 3 Menteri seharusnya menjadi solusi jangka panjang. Ia bukan hanya menurunkan harga rumah melalui penyederhanaan regulasi dan percepatan perizinan, tapi juga mendorong kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, termasuk swasta, dalam menciptakan kawasan hunian yang manusiawi dan berkeadilan.
Ketiadaan lahan, ketidaksesuaian RTRW, dan ketidaksiapan birokrasi daerah tidak bisa lagi dijadikan alasan. Di era digital dan desentralisasi seperti sekarang, setiap kepala daerah seharusnya bisa memimpin dengan visi dan eksekusi yang konkret. Mereka bukan hanya administrator anggaran, tapi pemimpin yang dituntut mewujudkan keadilan sosial—termasuk di sektor perumahan.
Kini, pertanyaannya bukan lagi apakah kita mampu membangun rumah murah. Tetapi: apakah kita sungguh-sungguh peduli?
Jika pemerintah daerah terus mengabaikan kebijakan seperti SKB 3 Menteri, maka ketimpangan tempat tinggal akan makin menganga. Rakyat akan makin jauh dari hak dasarnya, dan negara kehilangan legitimasi moral untuk berbicara soal keadilan.
Sudah saatnya rumah murah bukan lagi sekadar janji politik menjelang pemilu, melainkan prioritas pembangunan jangka panjang yang benar-benar dijalankan.
Penulis: Prof. Dr. M. Fauzan Zenrif, M. Ag.
(Akademisi, Pengamat dan penggerak ekonomi kaum alit)
M. Fauzan Zenrif adalah Guru Besar UIN Maulana Malik Ibrahim, Wakil Ketua PCNU Kabupaten Malang bidang perekonomian, founder KPKNU ( Komunitas Pengusaha Kecil NU).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?