Boikot Produk Israel! Ah, Jangan Asal Boikot

Zikir Air Mata
18 November 2023 | 21.40 WIB Last Updated 2023-11-19T00:30:19Z

Tanggapannya atas demo ini bagaimana, Gus?"

ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM: Sebuah pesan Whatsap tiba-tiba masuk siang ini. Seorang kawan seprofesi sebagai driver online mengirimkan sebuah link demo anti produk Israel. 

Mendapati pertanyaan ini saya tidak bisa langsung memberikan jawaban, untuk sesaat saya menimbang-nimbang jawaban apa yang harus saya sampaikan supaya tidak mencederai sebuah keyakinan, bila asumsi yang sementara terbangun bahwa sahabat saya ini pendukung setia gerakan tersebut. Pun saya harus berpikir bila sebaliknya, maka jawaban itu harus juga sesuai. 

Setelah sesaat menimbang, saya memberanikan diri mengungkapkan apa yang ada di benak. 

"Membela Palestina dengan gerakan demo boikot produk Israel, atau yang berafiliasi dengan Israel ya bagus. Toh, sejak puluhan tahun upaya perampasan tanah Palestina oleh Israel memang tak kunjung berhenti, selalu ada squel baru dari masa ke masa," 

"Terus?"

"Artinya memang patut didukung upaya boikot produk-produk yang 'dicurigai' turut memasok logistik ke Israel. Bukan semata karena ada fatwa MUI No. 83 tahun 2023. Namun yang pasti, bila dikaitkan dengan keyakinan. Membela Palestina adalah sebuah kewajiban bagi saudara seiman. Adalah upaya jihad muslim Indonesia dalam memerangi bangsa yang dikutuk Tuhan dalam kitabnya. Bangsa Israel."

Ya, demo-demo yang marak belakangan ini terutama setelah munculnya fatwa MUI tentang 'haramnya aktivitas dukungan terhadap penindasan Israel terhadap Palestina' adalah sebuah aksi lumrah dan wajar. Bahkan mungkin dipahami sebagai kegiatan jihad fi Sabilillah bagi sebagian kalangan. 

Kendati demikian, kerapkali muncul pertanyaan,'lalu bagaimana dengan nasib para pekerja yang mayoritas muslim di perusahaan-perusahaan tersebut?' 

Pertanyaan tersebut tentu tidak bisa disimplifikasi dalam jawaban. Misal, karena ini jihad maka pilihannya adalah apakah para pekerja muslim itu lebih memilih terus bekerja pada antek Yahudi daripada membela saudara seiman. Atau, kembalikan pada keimanan mereka, kalau memang mereka benar beriman pada Allah dan Rasulnya pasti akan mendukung gerakan boikot meskipun harus kehilangan pekerjaan. 

Penyederhanaan jawaban yang dalam hemat saya justru bernuansa sinisme, sejatinya adalah sebuah kekeliruan memahami tujuan dari upaya jihad itu sendiri. Bila boikot produk Israel adalah jihad untuk menyelamatkan saudara muslim Palestina, akankah dengan mengorbankan saudara muslim lain di sekitar kita? Alih-alih kita menyelamatkan saudara yang berada jauh di sana, kita menggiring saudara yang dekat di sekitar kita pada jurang kehancuran. Ironis bukan?

Kita tidak bisa menutup mata terhadap efek boikot KFC, MCD dan brand-brand lain yang sekali lagi dicurigai berafiliasi dengan Israel bagi para pekerjanya. Ada ratusan dan mungkin ribuan pekerja muslim yang akan kehilangan mata pencaharian. Saat perusahaan-perusahaan tersebut tutup, bangkrut. Akan ada lonjakan pengangguran baru bila gerakan boikot ini benar-benar berhasil. Lalu, apa yang harus kita lakukan dengan nasib mereka? Tutup mata, masa bodoh, atau sinisme sejenisnya. Jangan!

Satu hal bahwa upaya boikot produk Israel, sesungguhnya adalah perjuangan untuk mengangkat harkat dan martabat saudara seiman di Palestina. Upaya itu tentu tidak bisa dan tidak boleh dibarengi dengan tindakan penghancuran harkat dan martabat saudara sebangsa dan seiman. Para pekerja muslim di perusahaan-perusahaan tersebut. 

Fatwa MUI, semestinya lebih tegas mengatur ke arah itu. Bukan sekadar fatwa 'ambigu'. Ambiguitas itu jelas terlihat dari keterangan mereka bahwa hanya mengharamkan aktivitas dukungan bukan produk, apalagi produk yang sudah bersertifikat Halal. MUI pun tidak berwenang untuk merilis data produk yang harus diboikot. Nah!

Padahal, mengingat besarnya efek fatwa. Sudah semestinya rumusan fatwa tersebut juga memberikan jaring pengaman bagi kelangsungan hidup, stabilitas ekonomi para pekerja muslim. Bagaimana caranya? dengan melibatkan 'kewajiban' bagi para pengusaha muslim untuk memberikan naungan, memberikan ruang pekerjaan bagi para pekerja muslim bila di kemudian hari harus kehilangan pekerjaan akibat tempatnya bekerja tutup atau ditutup paksa.

Mari lanjutkan gerakan boikot produk Israel, atau perusahaan-perusahaan yang dicurigai berafiliasi dengan Israel, bila perlu buat mereka bangkrut dan angkat kaki dari negeri ini. Namun, mari kita jaga dan amankan saudara sebangsa kita dari kemungkinan hancurnya perekonomian akibat kebangkrutan beberapa perusahaan tempat mereka bekerja. 

Jadi jangan asal demo anti Israel, jangan asal teriak boikot produk Israel, tapi pikirkan juga nasib para pekerjanya. 

Bukankah di negeri Ini juga banyak pengusaha muslim? Bahkan ada beberapa komunitas pengusaha muslim sebagai wadah mereka berserikat. Sebut saja ada Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI), ada Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI), bahkan untuk para pengusaha muslimah ada Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia (IPEMI). Para pengusaha muslim ini sudah seharusnya mengambil bagian sebagai benteng muslim Indonesia. 

Bila gerakan arus bawah kencang melakukan boikot dan para pengusaha Muslim berada di garis tengah sebagai penyelamat jalan ikhtiar para pekerja muslim, sementara Pemerintah terus tegas menyuarakan anti gerakan penindasan Israel di kancah internasional, sembari memback up kelompok pengusaha muslim dalam upaya menyiapkan ruang penyelamatan para pekerja muslim. Maka saya yakin, gerakan boikot di Indonesia akan menjadi gong bagi gerakan serupa di belahan dunia lain. Saya yakin, Indonesia akan menjadi muasal badai yang memorak porandakan keangkuhan Israel dan para sekutunya.  Allahu A'lam Bishawab


Gresik, 18 November 2023

Penulis hanya orang biasa yang sedang belajar membaca kebiasaan. 


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Boikot Produk Israel! Ah, Jangan Asal Boikot

Trending Now