Gerak Literasi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak oleh STIT Ibnu Sina Malang dan STIBADA MASA Surabaya

Anis Hidayatie
30 Januari 2023 | 13.46 WIB Last Updated 2023-01-30T12:12:53Z
Dok. Dosen STIT Ibnu Sina Malang dan STIBADA MASA Surabaya dalam seminar bertajuk “Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak” di desa Pandansari Kec. Poncokusumo Kab. Malang 

MALANG I JATIMSATUNEWS. COM: Kamis, 19 Januari 2023, bertempat di kantor ranting NU di desa Pandansari Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, para dosen dan mahasiswa STIT Ibnu Sina Malang dan STIBADA MASA Surabaya melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat bertajuk seminar pembinaan masyarakat dalam tema Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. 

Acara tersebut dihadiri secara langsung oleh Ketua Muslimat, ibu ibu muslimat, sahabat Fatayat, tokoh masyarakat, Ansor, IPNU dan IPPNU yang diperkirakan sekitar 30 orang yang hadir. 

Acara dimulai pukul 13.45 WIB, diawali dengan pembacaan ayat Al-Qur’an oleh mahasiswa STIT IBNU SINA, lalu dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia raya dan Syubbanul Waton selanjutnya pembacaan doa oleh Ustadz Muhammad Ridhoi, M.Pd dari STIBADA MASA. 

Dengan adanya seminar ini, diharapkan menambah literasi bagi warga masyarakat tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak sehingga bisa berperan aktif dalam pencegahannya. Sehingga program desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak di Pandansari bisa terlaksana.

Acara seminar dibuka oleh moderator Ustadz Abdulloh Syarif, S.Ag.,M.Pd yang kemudian dilanjutkan oleh pemateri pertama, yaitu Yudistira Ade H,M.Pd yang membahas tentang kekerasan pada perempuan, menuturkan bahwa kasus yang dilaporkan tentang kekerasan pada perempuan seperti fenomena gunung es yaitu kasus yang terlihat hanya puncaknya saja sedangkan yang tidak terlihat dan terlapor pasti masih banyak.


Setiap tahun jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan sejak tahun 2017-2021 bersifat fluktuatif, naik dan turun, tetapi tetap di atas 900-an kasus. Kekerasan terhadap perempuan dikategorikan menjadi lima yaitu 1) kekerasan psikologis seperti menghina perempuan; 2) kekerasan fisik seperti tamparan atau pukulan yang meninggalkan bekas; 3) kekerasan sosial seperti membatasi pergerakan perempuan; 4) kekerasan ekonomi seperti memberikan pekerjaan tapi tidak memberikan upah; 5) kekerasan seksual. Adapun saran yang disampaikan pemateri untuk mencegah kekerasan ada 3 yaitu kesadaran dari laki-laki, pemahaman antara suami dan istri, dan sama-sama memperbaiki diri. 

Materi berikutnya tentang Kekerasan terhadap Anak dan Pelecehan Seksual disampaikan oleh Ibu Farihatul Husniyah, M.Pd.I. Pembahasan diawali dengan pembatasan usia anak sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2002 yaitu anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan. 

Bentuk kekerasan terhadap anak dikategorikan menjadi empat yaitu 1) kekerasan fisik contohnya memukul, mengikat, dsb; 2) kekerasan psikis, contohnya mengancam, membuat anak malu, membuat anak minder; 3) penelantaranB yaitu pengabaian terhadap kebutuhan dasar anak yang sebenarnya mampu diberikan orang tua contoh tidak diberi makan, tidak dibawa berobat jika sakit; 4) seksual contohnya pemerkosaan, pornografi anak dsb. 

Acara berlangsung meriah dan mendapat apresiasi dari tokoh masyarakat dan antusias dari para hadirin di mana pada sesi diskusi beberapa diantara mereka mengajukan pertanyaan. Pertanyaan pertama dari perwakilan ibu-ibu muslimat.

“Apakah memarahi anak ketika tidak mau sekolah termasuk tindakan kekerasan terhadap anak?” dan pertanyaan ke-2 perwakilan dari IPNU “yang dimaksud membatasi pergerakan perempuan itu seperti apa ?” 

Jawaban dari pertanyaan pertama, pemateri kemudian memaparkan dari pertanyaan yang disampaikan bahwa orang tua tersebut berarti sudah berusaha memberikan hak pada anaknya dan orang tua harus pintar-pintar membujuk anaknya dan jangan terlalu keras dalam memarahi anak. 

Kemudian moderator menambah jawaban tersebut bahwa seemosional apapun jangan sampai keluar kata kata yang kotor. Karena setiap ucapan yang keluar dari orang tua akan menjadi do’a, maka ketika anak berbuat salah hendaknya orang tua mengucapkan الله يهديك Jawaban dari pertanyaan kedua yaitu manusia itu mempunyai sifat bawaan sosial.

Ketika kebutuhan sosial perempuan dibatasi efeknya, akan mengakibatkan ketidakadaan atau berkurangnya jiwa sosial. Kebutuhan manusia adalah sosialisasi. 

Pemateri mengutip salah satu hadist yaitu, Barangsiapa yang ingin dilancarkan rizkinya maka hendaklah menyambung talli silaturahmi. Pembatasan pergerakan diperbolehkan jika komunitas yang ingin diikuti berefek buruk atau negatif. 

Acara seminar diakhiri dengan do’a Bersama. Acara berakhir pukul 15.28 WIB dan berjalan lancar. Kegiatan seminar ini merupakan bagian dari program kegiatan pengabdian masyarakat kolaborasi STIT Ibnu Sina Malang dan STIBADA MASA Surabaya yang berkeinginan untuk mewujudkan desa ramah perempuan dan peduli anak (fh).
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Gerak Literasi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak oleh STIT Ibnu Sina Malang dan STIBADA MASA Surabaya

Trending Now