Banner Iklan

Menulis Cerpen untuk Santri, Kisah Asli Santri

Anis Hidayatie
04 November 2025 | 09.10 WIB Last Updated 2025-11-04T02:14:08Z



Menulis Cerpen untuk Santri, Aneka Kisah Santri 

ARTIKEL| JATIMSATUNEWS.COM:  Menulis cerita pendek atau cerpen sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan. Banyak orang mengira menulis itu harus punya ide besar, kata-kata indah, atau pengalaman luar biasa. Padahal, cerita terbaik sering lahir dari hal-hal sederhana yang kita alami setiap hari. Termasuk para santri di pondok pesantren — penuh kisah, penuh rasa, dan penuh makna kehidupan.

Cerpen adalah cerita yang bisa dibaca sekali duduk, biasanya hanya berisi satu peristiwa penting dalam kehidupan tokohnya. Tokohnya tidak banyak, alurnya sederhana, tapi pesannya bisa dalam. Kuncinya, cerpen yang baik adalah cerita yang membuat pembaca ikut merasakan emosi tokohnya: bisa tertawa, terharu, atau bahkan terinspirasi.


Dalam workshop kali ini, kita akan belajar menulis cerpen dari pengalaman menjadi santri. Mulailah dari hal yang paling dekat dengan kehidupan kalian di pondok. Misalnya, kisah hari pertama mondok — saat kalian masih bingung, takut, dan kangen rumah. Atau cerita tentang santri yang ingin kabur karena tidak beta, tapi akhirnya sadar bahwa pondok adalah tempat terbaik untuk belajar menjadi kuat.

 Bisa juga kisah teman sekamar yang suka julid, takut pada ustadz, tidak hafal-hafal hafalan, atau bahkan imajinasi lucu tentang santri yang menjadi pahlawan penyelamat pesantren. Pun boleh berfantasi menulis apa saja bahkan dunia luar angkasa, anime, apapun yang ada di dalam imajinasi dengan ending ada pesan baik. Karena menulis adalah menyampaikan kebaikan, ada pahala dari setiap tulisan bila mengakibatkan kebaikan pula.

Semua itu bisa jadi bahan cerita. Karena menulis cerpen berarti menuliskan kembali pengalaman dan perasaan dalam bentuk kisah yang menarik.

Langkah Pertama: Temukan Ide dari Perasaan

Mulailah dari perasaan yang kalian alami. Misalnya, rasa kangen rumah, takut dimarahi ustadz, malu karena tidak hafal, atau bangga saat pertama kali jadi juara. Dari perasaan itu, cobalah bertanya: kapan aku merasakannya? siapa yang bersamaku waktu itu? apa yang terjadi setelahnya? Dari situ, cerita akan mengalir dengan sendirinya.

Contohnya, dari rasa rindu rumah bisa lahir cerita tentang seorang santri yang diam-diam menulis surat untuk ibunya setiap malam sebelum tidur. Dari rasa takut pada ustadz bisa lahir kisah lucu tentang santri yang berusaha menghindar namun akhirnya justru menjadi murid tercinta. Bahkan dari imajinasi, bisa muncul cerita seru tentang santri yang menjadi pahlawan melawan “penjahat sandal” atau menyelamatkan pondok dari “monster nasi basi di dapur.

Langkah Kedua: Susun Cerita Secara Sederhana

Setiap cerita mempunyai tiga bagian: awal, tengah, dan akhir .

Bagian awal berisi pengenalan tokoh dan suasana. Ceritakan siapa tokoh utama, di mana ia berada, dan apa yang sedang terjadi. Bagian tengah adalah saat konflik muncul — ada masalah atau tantangan yang harus dihadapi tokoh. Bagian akhir adalah penyelesaian, di mana masalah itu teratasi dan ada pelajaran yang bisa diambil.

Misalnya , cerpen dimulai dengan suasana hari pertama di pondok. Tokohnya risih dan takut. Lalu muncul konflik: ia kangen rumah dan ingin kabur. Namun di bagian akhir, ia menyadari bahwa hidup di pondok membuatnya belajar mandiri dan kuat. Maka cerita ditutup dengan kalimat yang bermakna, seperti “Aku sadar, pondok bukan tempat yang menakutkan, tapi rumah kedua yang mengajarkanku arti perjuangan.”

Langkah Ketiga: Gunakan Bahasa yang Jujur dan Mengalir

Tulislah dengan gaya yang ringan dan jujur, seperti saat kalian bercerita kepada teman. Tidak perlu terlalu puitis atau bertele-tele. Justru cerita yang sederhana sering lebih menyentuh hati.

Gunakan juga dialog agar cerita terasa hidup. Contohnya:

 “Kamu tidak kangen rumah?” tanya Ilham sambil melipat sarung .

“Banget,” jawabku, “tapi kalau pulang, nanti siapa yang membangunkan ustadz Subuh?”

Dialog seperti ini membuat pembaca merasa seperti berada di dalam cerita.

Jangan lupa, setiap cerita yang baik harus punya makna. Misalnya, meskipun kalian menulis kisah lucu tentang kehidupan pondok, tetap sisipkan pesan moral seperti persahabatan, kesabaran, ketaatan pada guru, atau semangat menjadi santri yang tangguh.

Contoh Cerita Singkat: “Malam Pertama di Asrama”

 Malam itu aku tidak bisa tidur. Suara kipas berdengung, teman sekamar ngorok keras, dan aku menatap langit-langit asrama sambil menahan air mata. Aku rindu ibu.

“Kenapa nggak tidur, Rif?” tanya Ilham.

“Kangen rumah,” jawabku lirih.

Ilham tersenyum. “Aku juga. Tapi kata ustadz, kalau kita sabar, nanti Allah ganti rindunya dengan keberkahan.”

Aku membayangkannya. Mungkin benar. Aku menatap sajadah kecil di sudut kamar. Besok, aku akan mulai belajar ikhlas. Hari pertamaku di pondok terasa berat, tapi aku tahu, suatu hari nanti aku akan bersyukur pernah melewati malam ini.

Cerita sederhana seperti ini bisa kalian kembangkan sendiri. Tidak perlu panjang, yang penting jujur ​​​​dan mengandung makna.

Tugas Workshop

Sebagai latihan, tulislah satu cerpen dengan panjang 1–2 halaman. Pilih salah satu tema berikut:

1. “Aku dan Hari-Hari Pertama di Pondok”

2. “Ketika Aku Hampir Kabur”

3. “Kalau Aku Jadi Pahlawan di Pesantren”

Gunakan pengalaman pribadi, cerita teman, atau imajinasi kalian sendiri. Ceritakan dengan gaya kalian — boleh lucu, haru, atau penuh semangat. Yang terpenting, tulis dari hati.

Pesan Akhir

Menulis itu seperti menghafal Al-Qur'an — perlu latihan dan kesabaran. Kadang-kadang terasa sulit di awal, namun semakin sering dilakukan, semakin lancar dan menyenangkan. Cerpen adalah cara untuk mengenang perjalanan hidup kalian sebagai santri: suka-dukanya, perjuangannya, dan cita-cita yang tumbuh di antara waktu mengaji dan belajar.


Jadi, jangan takut menulis. Mulailah dari hal kecil yang kalian alami hari ini. Karena siapa yang tahu, dari kisah sederhana di pondok Ar Rohmah, lahirlah cerita besar yang bisa menginspirasi banyak orang.



Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Menulis Cerpen untuk Santri, Kisah Asli Santri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan?

Trending Now