Prof. Dr. Tirta Nugraha Mursitama, Ph.D., Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM menyempatkan berdialog dengan sejumlah wartawan di Kota Malang
Malang, JATIMSATUNEWS.COM
Diplomasi investasi harus menjadi instrumen strategis dalam mendorong realisasi investasi nyata di lapangan. Hal ini ditegaskan Prof. Dr. Tirta Nugraha Mursitama, Ph.D., Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, dalam acara Penyusunan Bahan Posisi Perjanjian Investasi Internasional di Grand Mercure Malang Mirama, Kamis (16/10).kemarin.
Prof Tirta menyatakan bahwa diplomasi ekonomi bukan sekadar kegiatan luar negeri, tetapi bagian dari strategi nasional menuju Indonesia Emas 2045.
“Investasi adalah bagian penting dari diplomasi ekonomi. Diperlukan pelibatan banyak pihak, termasuk insan pers, agar program dan capaian sektor perizinan dan investasi dapat diketahui dan didukung oleh masyarakat luas,” tegasnya.
Dalam forum diskusi bersama insan media, Prof Tirta juga menyampaikan pentingnya peran pers dalam mendiseminasikan program dan keberhasilan investasi nasional.
Menurutnya, publikasi yang masif akan memperkuat partisipasi masyarakat sekaligus meningkatkan kepercayaan investor.
"Kementerian siap bersinergi dengan media. Keberhasilan investasi tak hanya terukur dari nilai proyek, tapi juga dari pemahaman publik dan keterlibatan berbagai elemen bangsa," ujarnya.
Kegiatan penyusunan bahan posisi ini merupakan bagian dari komitmen Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM untuk memperkuat posisi Indonesia dalam negosiasi perjanjian investasi internasional, sekaligus memastikan bahwa kesepakatan yang dihasilkan benar-benar berpihak pada kepentingan pembangunan nasional.
Forum bertajuk “Diplomasi Investasi dalam Peningkatan Realisasi Investasi” ini melibatkan sejumlah pemangku kepentingan dari kementerian/lembaga, akademisi, dunia usaha, hingga mahasiswa. Diskusi panel dipandu oleh Dr. Rini Setiani Sutrisno Modouw, Direktur Kerja Sama Bilateral, dan menghadirkan narasumber dari Kementerian Luar Negeri, BPJS Ketenagakerjaan, PT PLN (Persero), serta Universitas Brawijaya.
Isu-isu yang dibahas meliputi:
Penyusunan posisi Indonesia dalam perjanjian investasi internasional
Kontribusi jaminan sosial terhadap iklim investasi
Potensi sektor Energi Baru Terbarukan (EBT)
Prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) dalam penilaian investasi
Dalam diskusi, perlindungan tenaga kerja menjadi sorotan utama.
drg. Faizal Rachman dari BPJS Ketenagakerjaan menegaskan bahwa jaminan sosial bukan sekadar perlindungan, tetapi instrumen mitigasi risiko dan jaminan keberlanjutan investasi.
Ia menyebut tenaga kerja yang produktif dan terlindungi merupakan pilar utama dalam menciptakan investasi berkelanjutan.
Sementara itu, Daniel Karmel Fernando Tampubolon, EVP Aneka Energi Baru Terbarukan PT PLN (Persero), menguraikan peluang besar investasi di sektor ketenagalistrikan dan EBT. Dalam kesempatan tersebut, juga dilakukan penandatanganan adendum Perjanjian Kerja Sama antara Kementerian Investasi dan PLN terkait percepatan investasi sektor ketenagalistrikan.
“Investasi adalah bagian penting dari diplomasi ekonomi. Diperlukan pelibatan banyak pihak, termasuk insan pers, agar program dan capaian sektor perizinan dan investasi dapat diketahui dan didukung oleh masyarakat luas,” tegasnya.
Dalam forum diskusi bersama insan media, Prof Tirta juga menyampaikan pentingnya peran pers dalam mendiseminasikan program dan keberhasilan investasi nasional.
Menurutnya, publikasi yang masif akan memperkuat partisipasi masyarakat sekaligus meningkatkan kepercayaan investor.
"Kementerian siap bersinergi dengan media. Keberhasilan investasi tak hanya terukur dari nilai proyek, tapi juga dari pemahaman publik dan keterlibatan berbagai elemen bangsa," ujarnya.
Kegiatan penyusunan bahan posisi ini merupakan bagian dari komitmen Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM untuk memperkuat posisi Indonesia dalam negosiasi perjanjian investasi internasional, sekaligus memastikan bahwa kesepakatan yang dihasilkan benar-benar berpihak pada kepentingan pembangunan nasional.
Forum bertajuk “Diplomasi Investasi dalam Peningkatan Realisasi Investasi” ini melibatkan sejumlah pemangku kepentingan dari kementerian/lembaga, akademisi, dunia usaha, hingga mahasiswa. Diskusi panel dipandu oleh Dr. Rini Setiani Sutrisno Modouw, Direktur Kerja Sama Bilateral, dan menghadirkan narasumber dari Kementerian Luar Negeri, BPJS Ketenagakerjaan, PT PLN (Persero), serta Universitas Brawijaya.
Isu-isu yang dibahas meliputi:
Penyusunan posisi Indonesia dalam perjanjian investasi internasional
Kontribusi jaminan sosial terhadap iklim investasi
Potensi sektor Energi Baru Terbarukan (EBT)
Prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) dalam penilaian investasi
Dalam diskusi, perlindungan tenaga kerja menjadi sorotan utama.
drg. Faizal Rachman dari BPJS Ketenagakerjaan menegaskan bahwa jaminan sosial bukan sekadar perlindungan, tetapi instrumen mitigasi risiko dan jaminan keberlanjutan investasi.
Ia menyebut tenaga kerja yang produktif dan terlindungi merupakan pilar utama dalam menciptakan investasi berkelanjutan.
Sementara itu, Daniel Karmel Fernando Tampubolon, EVP Aneka Energi Baru Terbarukan PT PLN (Persero), menguraikan peluang besar investasi di sektor ketenagalistrikan dan EBT. Dalam kesempatan tersebut, juga dilakukan penandatanganan adendum Perjanjian Kerja Sama antara Kementerian Investasi dan PLN terkait percepatan investasi sektor ketenagalistrikan.
Acara ini dihadiri oleh Walikota Malang Dr. Ir. Wahyu Hidayat, MM, pimpinan perguruan tinggi, pelaku usaha, dan perwakilan media. Menariknya, lebih dari 100 peserta yang hadir merupakan mahasiswa dari berbagai kampus di Malang seperti Universitas Brawijaya, UMM, Ma Chung, Binus, dan UNISMA. Kehadiran generasi muda ini dinilai penting untuk menanamkan pemahaman awal tentang pentingnya diplomasi dan kerja sama investasi internasional.
Prof Tirta dalam penutupan acara kembali menekankan bahwa penyusunan bahan posisi yang melibatkan berbagai stakeholder akan memperkuat daya tawar Indonesia di forum internasional, sekaligus memberi kepastian hukum bagi investor.
“Diplomasi investasi tidak boleh berhenti di meja perundingan. Ia harus bisa diterjemahkan menjadi proyek nyata, lapangan kerja baru, dan transformasi ekonomi yang inklusif,” pungkasnya.HM



Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?