Menyadari pentingnya peran psikologis dalam dunia kerja modern yang dinamis dan penuh tekanan, seorang mahasiswi Psikologi Universitas Negeri Malang (UM), Apriliya Wahyu Putri, bersama Dr. Imanuel Hitipeuw, M.A., terdorong untuk melakukan penelitian selama 6 bulan, mulai Januari-Mei 2025 guna menghimpun data dari 402 karyawan yang tersebar di wilayah JABODETABEK.
Berdasarkan data yang telah dihimpun tersebut, didapatkan angka bahwa hanya 25% karyawan merasa benar-benar terlibat dalam pekerjaannya. Sementara itu, angka keinginan untuk mengundurkan diri (turnover intention) mencapai 52%, sebuah kondisi yang tak hanya berdampak pada individu, tetapi juga mengancam keberlangsungan organisasi.
"Data ini memunculkan keresahan yang mendalam, karena bagaimana mungkin mayoritas karyawan menjalani hari-hari kerjanya tanpa ada rasa keterlibatan yang utuh. Hal ini mencerminkan adanya celah besar dalam pengelolaan sumber daya manusia yang, jika dibiarkan, dapat berdampak pada produktivitas, loyalitas, bahkan budaya kerja secara keseluruhan," ungkap Apriliya.
Berangkat dari kegelisahan tersebut, Apriliya memilih untuk menjadikan isu ini sebagai fokus skripsinya. Ia ingin mengetahui sejauh mana kesadaran penuh atau Mindfulness dapat menjembatani hubungan antara otonomi kerja dan semangat serta dedikasi seseorang dalam bekerja. "Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif cross-sectional dengan model analisis data menggunakan pendekatan path analysis. Karena metode ini memungkinkan adanya penelusuran berbagai hubungan sebab-akibat antar variabel secara simultan," jelasnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mindfulness memainkan peran penting sebagai mediator parsial dalam hubungan antara otonomi kerja dan keterlibatan kerja. Dalam penjelasan yang menarik, Apriliya menganalogikan hubungan tersebut seperti perjalanan dari rumah ke kantor.
“Pekerja yang diberi otonomi adalah ‘rumah,’ keterlibatan kerja adalah ‘kantor,’ dan Mindfulness adalah ‘stasiun transit.’ Kita bisa langsung ke kantor dari rumah, atau bisa juga lewat stasiun terlebih dahulu. Keduanya bisa dilakukan, tetapi kehadiran stasiun menawarkan rute yang lebih efisien dan bermakna,” paparnya.
Temuan ini memperkaya pemahaman tentang pentingnya kondisi psikologis dalam meningkatkan kualitas pengalaman kerja karyawan, serta berupaya menjawab pertanyaan krusial tentang bagaimana aspek-aspek psikologis dapat dimanfaatkan untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat, produktif, dan berkelanjutan, khususnya di tengah tingginya angka keinginan resign dan rendahnya semangat kerja karyawan di Indonesia.
"Saya berharap riset yang telah saya lakukan ini bisa menjadi sumbangan berarti bagi praktik manajemen sumber daya manusia yang lebih manusiawi dan kontekstual. Karena jika perusahaan mampu mengintegrasikan crafting pekerjaan dan mindfulness dalam dinamika kerja karyawan, maka tingkat keterlibatan kerja juga akan meningkat," pungkas Apriliya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?